26/08/11

Ancaman bagi Pencari dan Pembuka Aib Seorang Muslim

عن ابْنِ عُمَرَ قال : صعد رسول الله صلى الله عليه و سلم المنبر فنادى بصوت رفيع فقال  )) يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلَا تُعِيْرُوهُمْ وَلَا تَتبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنهُ مَنْ تَتَبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يُفَضِحْهُ وَلَوْ فِيْ جَوْفِ رَحُلِة (( رواه الترمذي

(قال الشيخ الألباني  في صحيح الجامع13945: ( صحيح ), و هو في الصحيح المسند 1/493)
Dari Ibnu ‘Umar –semoga Allah meridhai keduanya- ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam naik ke atas mimbar lalu menyeru dengan suara tinggi, maka Beliau bersabda:
((Wahai orang-orang yang telah ber-Islam dengan lisannya dan belum masuk iman ke dalam hatinya….janganlah kalian mengganggu muslim yang lain, janganlah kalian mencela dan membuka aurat-aurat(aib-aib) mereka. Maka sesungguhnya barangsiapa mencari-cari aurat(aib) saudaranya yang muslim, pasti Allah mencari-cari auratnya. Dan barangsiapa yang Allah cari-cari auratnya maka pasti Dia akan membuka(memperlihatkan) kesalahan-kesalahannya walaupun itu di dalam rumahnya.))
HR At-Tirmidzy 

Hadits yang agung ini mengandung faedah-faedah penting diantaranya:

1.    Hukum asal dari seorang muslim yaitu ‘adalah (bertakwa). Tidak boleh bagi kita berprasangka buruk, memata-matai, terlebih mencari-cari kesalahan dan aib mereka. Jika tampak dari mereka sesuatu maka itu yang dihukumi. Jika tidak tampak maka tidak boleh berprasangka buruk kepada seorang muslim.

2.    Allah tidak membebankan pada kita untuk mencari-cari keadaaan seseorang dan meneliti perihal perilaku mereka yang tersembunyi.

3.    Tiada yang ma’shum (terlindung dari dosa) kecuali para rasul, bahkan para ulama terjatuh dalam kesalahan dan perbuatan dosa. Oleh karenanya, tidak layak bagi seseorang untuk mencari-cari kesalahan kaum muslimin, sedangkan ia sendiri memiliki banyak kesalahan yang tampak atau tersembunyi. Bahkan sepantasnya bagi seseorang yang mengetahui kesalahan orang lain untuk ia menasehati dan memperbaikinya. Adapun menyebarkan kesalahannya adalah menambah penyakit dengan penyakit, tidak menyembuhkan dan memperbaiki kesalahan tersebut.

4.    Balasan sesuai dengan jenis amalan. Seseorang yang mencari-cari dan membuka aib seseorang maka Allah akan membuka aibnya walaupun itu di dalam rumahnya yang ia merasa aman dan tenang di dalamnya.

5.    Membuka aib seseorang termasuk ghibah/ menggunjing yang diharamkan. 

(Syarh Ath-Thahawiyah Al-Fauzan, . Majalah Al-Majma’ Alfiqhy Al-Islamy, Syarh Ryadhish Shalihin Al-‘Utsaimin, Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah ‘Athiyah Muhammad Salim)


Beratkan Timbangan Amalmu

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - ، عن رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( إنَّهُ لَيَأتِي الرَّجُلُ السَّمِينُ العَظِيمُ يَوْمَ القِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَناحَ بَعُوضَةٍ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-  dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ((Sesungguhnya pada hari kiamat benar-benar akan datang seorang yang gemuk berbadan besar, yang tidak memiliki bobot di sisi Allah sehelai sayap nyamuk pun)). Muttafaqun 'alaih.
Hadits yang mulia ini mengandung faedah-faedah agung, diantaranya:
1.       Nilai seseorang, pada hari kiamat, berdasar ilmu dan ketakwaannya tidak dengan bentuk jasmaninya.  Dan yang dijadikan 'ibrah (pertimbangan) adalah alat ukur syar'i bukan gambaran-gambaran manusia.
2.       Timbangan di hari kiamat adalah timbangan yang adil. Setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang ia miliki dari kebaikan dan kejelekan.
3.       Ulama mengatakan:
·         Barangsiapa yang kebaikan-kebaikannya lebih berat dari perbuatan-perbuatan jeleknya maka ia termasuk penghuni surga.
·         Barang siapa yang kejelekan-kejelekannya lebih berat dari amalan-amalan baiknya maka ia berhak untuk diadzab di neraka.
·         Barangsiapa yang seimbang antara amalan-amalan baiknya dengan amalan-amalan jeleknya termasuk dari penghuni A'raaf yaitu orang-orang yang ada di antara surga dan neraka selama beberapa waktu sesuai apa yang Allah kehendaki. Dan di akhir ia akan masuk surga.
4.       Hadits ini menunjukkan tercelanya badan gemuk yang mengantarkan pada kemalasan dan kesombongan.
5.       Harta dan anak tidak bermanfaat pada hari Kiamat kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ (88) إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
 (yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, Q.S. Asy-Syu'araa: 88-89.
6.    Hadits ini menunjukkan Itsbat (penetapan) adanya Mizaan (timbangan) di hari Kiamat.
7.       Sunnah menunjukkan bahwa timbangan amal itu bentuknya nyata memiliki dua neraca. Diletakkan di salah satunya amalan-amalan jelek dan  yang lain amalan-amalan yang baik jika salah satunya lebih berat maka akan condong kepadanya.
8.       Apa yang ditimbang?
As—Syakih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- berkata:
Zhahir hadits ini bahwa yang ditimbang adalah manusianya dan ia meringan dan memberat sesuai dengan amalannya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal. Lembaran-lembaran amal jelek diletakkan di satu neraca dan lembaran-lembaran amal yang baik di neraca yang lain mana yang lebih berat maka amal itu untuknya.
Pendapat yang lain bahwa yang ditimbang adalah amal sebab Allah Ta'ala berfirman:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ ﴿٧﴾
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Q.S. Al-Zalzalah: 7.
Allah jadikan amal itu yang ditimbang. Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ ﴿٤٧﴾
Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (balasan)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. Q.S. Al-Anbiyaa': 47

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:  
« كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ »
((Dua kalimat yang ringan atas lisan, yang berat di timbangan, dicintai oleh Ar-Rahman:
" سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ"
Maha Suci Allah dan dengan segala pujian-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.))

Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam: ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ...….Dua kalimat yang berat dalam timbangan, menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal.

Dan ini zhahir dari Al-Qur'an dan Sunnah.

Dan mungkin juga yang ditimbang adalah amal dan lembaran-lembaran amal. Wallahu a'lam.

9.       Di dalam hadits ini ada peringatan bagi seseorang agar tidak mementingkan diri sendiri yaitu memberikan kenikmatan pada jasadnya saja. Yang layak bagi seorang berakal untuk mementingkan pemberian nikmat pada hatinya yaitu meluruskannya diatas agama Allah. Jika hati mendapat kenikmatan maka jasad akan merasakannya pula. Dan tidak sebaliknya. Seseorang terkadang diberikan dunia yang berlimpah namun hatinya seakan-akan ada di neraka wal'iyadzubillah. Rasulullah shalallahu 'alaih wasallam bersabda:
« أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ »
             ((Ketahuilah bahwa dalam jasad itu ada segumpal daging jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya. Ketahuilah itu adalah hati.))

            Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang berlapang hati di dalam Islam dan menjadikan hati-hati kita bercahaya. Sesungguhnya Ia Maha Pemberi karunia dan Maha Mulia.

(Rujukan: Bahjatun Nazhirin Salim Al-Hilaly, Syarh Riyadhush Shalihin Al-Utsaimin, Syarh Al-Ahadits Al-Mukhtarat Sulaiman bin Muhammad Alluhaimid)

11/08/11

Adil dalam Mendamaikan

Tafsir Surat Al-Hujuraat ayat 9 - 10

وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٩﴾
 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠﴾

009. Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

010. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat. Q.S. Al-Hujuraat : 9 - 10.
Asy-Syaikh Al-'utsaimin -semoga Allah merahmatinya - berkata :

Ayat ini mengandung larangan kepada orang-orang mukmin untuk berbuat aniaya satu dengan yang lainnya dan larangan untuk saling memerangi satu dengan yang lain. Dan  jika dua kelompok dari orang-orang mukmin telah berperang maka (kewajiban) atas yang selain mereka untuk saling menghilangkan kerusakan yang besar ini dengan mendamaikan  dan menengahi antara mereka dalam bentuk yang paling sempurna, yang akan tercapai perdamaian dengannya.

Dan mereka menempuh segala jalan yang mengantarkan kepada perdamaian. Lalu,  jika kedua kelompok telah berdamai maka diperoleh kenikmatan yang besar padanya.

Dan jika ﴿ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّه salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Yaitu: kelompok itu kembali kepada batasan(syariat) Allah dan Rasul-Nya dengan melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan, yang terbesarnya adalah peperangan.

Dan firman-Nya: فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Ini perintah untuk mendamaikan dan adil di dalamnya. Sebab terkadang didapati perdamaian namun tidak terjadi dengan adil bahkan dengan kezhaliman dan condong pada satu pihak dalam menghukumi. Maka ini bukan perdamaian yang diperintahkan.

Maka wajib untuk tidak membela salah satu dari kedua pihak disebabkan kekerabatan atau negeri atau yang selain itu dari maksud-maksud dan tujuan-tujuan yang menjadikannya menyimpang dari keadilan.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴾ ﴿ sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil. Yaitu: orang-orang yang adil dalam menghukumi antar manusia dan adil dalam seluruh kekuasaan yang mereka pimpin, sampai-sampai dalam keadilannya pada keluarga dan kerabatnya, dalam menunaikan hak-hak mereka. Dan dalam hadits yang shahih:

((المُقْسِطُونَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ هُمُ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا))

Orang-orang yang adil berada di sisi Allah, di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka itu adil dalam hukum mereka, keluarga mereka dan adil pada apa yang mereka pimpin.[1]

﴿ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ ﴾ Tidak lain orang-orang mukmin itu bersaudara. Ini perjanjian yang Allah ikat antara kaum mukminin bahwa jika didapati seseorang di Timur dan di Barat yang beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan beriman kepada hari Akhir maka ia adalah saudara bagi orang-orang mukmin. Persaudaraan yang mewajibkan orang-orang mukmin mencintai untuk saudaranya sesuatu yang mereka cintai untuk diri-diri mereka. Dan mereka membenci untuknya sesuatu yang mereka benci untuk diri-diri mereka.

Oleh karena ini, Nabi shalallah 'alaihi wasallam bersabda memerintahkan kepada hak-hak persaudaraan seiman:

« لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ يَبِعْ أحدكم عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا. الْمُؤمن أَخُو الْمُؤمنِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ»

Janganlah kalian saling hasad(dengki), janganlah kalian saling tanaajusy[2], janganlah kalian saling membenci, dan janganlah salah seorang kalian membeli pembelian yang lain. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Mukmin itu saudara mukmin yang lain, ia tidak mennzhalimi, merendahkan, dan menghinakannya.[3]

Dan Beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

((الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا)) وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

"Mukmin itu bagi mukmin yang lain seperti bangunan, menguatkan satu bagian dengan bagian lainnya". Kemudian Beliau menjalin jari-jemarinya.[4]

Dan Allah dan Rasul-Nya telah benar-benar memerintahkan penegakan hak-hak kaum mukminin satu dengan lainnya. Dan penegakan hal-hal yang dengannya menghasilkan rasa saling bersatu, saling menyayangi, dan saling berhubungan antara mereka. Seluruhnya itu mengokohkan hak-hak yang satu dengan yang lain.  

Diantaranya, jika terjadi peperangan antar mereka yang mewajibkan terpecah-belahnya hati-hati mereka, saling melakukan hal yang menyebabkan kemarahan dan permusuhan dari yang lain, saling bertentangan dan menjauhi satu dengan lainnya maka kaum mukminin mendamaikan antara saudara-saudara mereka dan mereka berusaha melakukan sesuatu yang dengannya akan hilang kebencian antara mereka.

Kemudian Allah memerintahkan, secara umum, untuk bertakwa dan akibat dari menegakkan hak-hak orang-orang mukmin dengan takwa kepada Allah adalah rahmat-Nya. Maka selanjutnya Allah berfirman:

﴿ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴾

semoga kalian dirahmati

Dan jika tercapai rahmat-Nya pasti teraih kebaikan dunia dan akhirat. Dan yang demikian itu menunjukkan bahwa tidak ditegakkannya hak-hak kaum mukminin termasuk dari penghalang terbesar untuk menggapai rahmat-Nya.

Dan di dalam dua ayat ini terkandung faedah-faedah selain yang terdahulu:

·         Bahwa peperangan antara orang-orang mukmin akan menafikkan rasa persaudaraan seiman. Oleh karena ini ia termasuk dari dosa besar yang paling besar.

·         Bahwa keimanan dan persaudaraan seiman tidak hilang bersamaan adanya peperangan (antar mereka) seperti yang lainnya dari dosa-dosa besar yang di bawah kesyirikan. Dan itu adalah madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah.

·         Wajibnya mendamaikan antara kaum mukminin dengan adil.

·         Wajibnya memerangi pemberontak sampai mereka kembali kepada perintah Allah.

·         Dan seandainya mereka kembali untuk selain perintah Allah, dengan kembalinya mereka di atas bentuk yang tidak boleh (untuk kita) menetapkannya dan memegangnya, bahwa (kembalinya mereka dengan cara) yang demikian itu tidak boleh.[5]

·         Bahwa harta-harta mereka ma'shum (terlindungi) sebab Allah membolehkan darah-darah mereka (untuk diperangi) sewaktu mereka terus-menerus di atas pemberontakan mereka secara khusus, tidak harta-harta mereka.[6]



[1] Dari Abdullah bin 'Amr diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (no. 4825) dan Nasa'i dalam sunannya (no. 5284) keduanya meriwayatkan dengan lafazh:
« إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا ».
Dan lafazh yang disebutkan Syaikh As-Sa'di dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (no. 6648), Al-Baihaqi dalam sunan Al-Kubra (no. 19949) dengan lafazh:
« الْمُقْسِطُونَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا »

[2]  Berkata As-Sindiy rahimahullah dalam Hasyiyah Sunan An-Nasa'i: (tanaajusy) yaitu seseorang memuji satu barang dagangan untuk melariskannya atau ia menaikkan harga dan ia tidak berkeinginan membelinya tapi untuk memperdaya selainnya (dari pembeli) dengan hal tersebut. Dan didatangkan (kalimat ini) dengan wazan tafa'ul karena para pedagang  saling bersaing maka seseorang ini melakukan najasy ini dengan temannya untuk temannya itu membalas dengan melakukan semisal yang ia lakukan. Maka mereka dilarang untuk melakukannya secara bersaing terlebih memulai melakukannya.
Dan berkata Abu 'Ubaid Al-Qasim bin Sallam dalam kitabnya Gharibul Hadits (juz 2 hal. 10): yaitu dalam perdagangan, seseorang menambah harga suatu barang dagangan dan ia tidak ingin membelinya namun agar yang lain mendengarnya kemudian menaikkan harga di atas penambahannya.
Dan berkata penulis Aunul Ma'bud: Berkata Al-Khaththabiy: An-Najasy yaitu seseorang melihat barang-barang dagangan  maka ia menambah harganya tidak untuk membelinya. Tidak lain ia menghendaki dengan itu untuk memotivasi penawar yang lain agar mereka menambah harga barang tersebut (di atas penawarannya) dan di dalamnya ada penipuan bagi yang menginginkan barang-barang tersebut dan ia meninggalkan dari menasehati  yang ia diperintahkan kepadanya. selesai
[3] H.R. Muslim no. 2564 dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dengan lafazh وَلاَ تَدَابَرُوا setelah lafazh وَلاَ تَبَاغَضُوا. Dan demikian  pula Imam Ahmad meriwayatkannya .
[4] H.R. Bukhori (no. 467, 1365, 2314, 5680, 5680, 7038) dan Muslim (no. 2585) dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiallahu 'anhu.
[5] Maksudnya: Mereka harus kembali dari perbuatan mereka itu karena Allah dan sesuai dengan ketetapan yang Allah inginkan bukan karena tujuan lain. Wallahu a'lam.
[6]  Yaitu tidak boleh diambil seperti orang-orang yang halal darah dan harta mereka sebagai ghanimah (rampasan perang). Wallahu a'lam.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes