26/11/11

Bagaimana Cara Menyempurnakan Nilai Amalan?

Nilai suatu amalan akan sempurna dengan  terpenuhinya dua syarat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushaby al-Yamany  - semoga Allah menjaganya – berkata :

Dan keduanya adalah syarat penyempurna (amalan) :
1.      Beramal dengan kekuatan (bersungguh-sungguh).
Allah Ta’ala berfirman :
 خُذُواْ مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ ﴿٦٣﴾
Ambillah apa yang telah Kami datangkan kepada kalian dengan teguh. Q.S. Al-Baqarah : 63 & 93, Al-A’raaf : 171.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُواْ بِأَحْسَنِهَا ﴿١٤٥﴾
Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya. Q.S. Al-A’raaf : 145.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ ﴿١٢﴾
Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Q.S. Maryam : 12.

Dan (bersungguh-sungguh) ini menyelisihi perbuatan orang-orang munafik, sebab mereka tidak berpegang teguh kepada agama. Mereka hanya mengambilnya dengan kelalaian dan rasa malas.

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً ﴿١٤٢﴾ مُّذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لاَ إِلَى هَـؤُلاء وَلاَ إِلَى هَـؤُلاء وَمَن يُضْلِلِ اللّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً ﴿١٤٣﴾

142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

143. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. Q.S. An-Nisaa’ : 142 – 143.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَ يَأْتُونَ الصَّلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ ﴿٥٤﴾
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.
Q.S. At-Taubah : 54.

2.       Bersegera dalam beramal.

Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي ﴿٤٢﴾
Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Q.S. Thaaha : 42.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ ﴿٤٨﴾
Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Q.S. Al-Baqarah : 148, Al Maidah : 48.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُوْلَـئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ ﴿١١٤﴾
Dan mereka bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Q.S. Ali-Imraan : 114.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ ﴿٩٠﴾
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik . Q.S. Al-Anbiyaa’ : 90.

أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ﴿٦١﴾
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. Q.S. Al-Mukminuun : 61.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Q.S. Ali-Imraan : 133.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ ﴿٢١﴾
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Q.S. Al-Hadiid : 21.

(Al-Qaulul Mufiid fi Adillatit Tauhid, hal. 173 – 174 )

Kapan Amalan itu Diterima?

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushaby al-Yamany - semoga Allah menjaganya – berkata :
 
“Wahai saudaraku muslim – semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan kepadamu untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah – sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan dari muslim manapun kecuali dengan dua syarat fundamental, yaitu :
 
Pertama : amalan itu ikhlash (murni) untuk Allah, sehingga pemilik amalan tidak menghendaki dari(amalan)nya kecuali wajah Allah.
 
Allah Ta’ala berfirman :
 
 
 
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ ﴿٢﴾ أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ﴿٣﴾

 
002. Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya.
003. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang iklash (bersih dari syirik). Q.S. Az-Zumar : 2 – 3.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ ﴿١١﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Q.S. Az-Zumar : 11.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :
 
قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَّهُ دِينِي ﴿١٤﴾
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan iklash (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Q.S. Az-Zumar : 14.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :
 
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء ﴿٥﴾
Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan iklash (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif (lurus). Q.S. Al-Bayyinah : 5.
 
Dan dari Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya – ia berkata : Rasullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ ,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Ta’ala berfirman : Aku sekutu yang paling tidak butuh kepada syirik. Siapa yang beramal yang ia mempersekutukan selain-Ku bersama-Ku di dalam(amalan)nya, Aku pasti meninggalkannya dan kesyirikannya.” H.R. Muslim.
 
Inilah makna syahadat Laa ilaaha illallah.
 
Kedua : amalan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam.
 
 
Dari ‘Aisyah – semoga Allah meridhainya – berkata : Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Siapa yang mengadakan sesuatu yang baru di dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka itu tertolak. H.R. Muslim.
 
Ini makna syahadat bahwa Muhammad Rasul(utusan) Allah.
 
PERHATIAN :
 
(Syarat) ini terkait dengan seorang muslim.
 
Adapun seorang yang kafir, maka tidak diterima amalannya kecuali dengan tiga syarat :
Dua syarat terdahulu dan yang ketiga : ber-Islam. 
 
Ini syarat-syarat sah (amalan seorang kafir).
 
Allah Ta’ala berfirman :

 
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً ﴿٢٣﴾

Dan Kami datangkan segala amal yang dahulu mereka (orang kafir/ musyrik) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. Q.S. Al-Furqaan : 23.
 
Dan tiga syarat ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :
 
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً ﴿١١٠﴾

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya. Q.S. Al-Kahfi : 110.
 
 
  1. Firman-Nya : لِقَاء رَبِّهِ , perjumpaan dengan Tuhannya, inilah Islam.
  2. Firman-Nya : صَالِحاً yang shalih, ini yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena amalan tidak menjadi shalih kecuali dengannya.
  3. Firman-Nya : وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya, ini adalah ikhlash.




(Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, hal. 172 – 173)

25/11/11

Keberhasilan HANYA bagi Pemilik Hati yang Bersih

Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbalysemoga Allah merahmatinya – berkata :

Tidak ada yang selamat pada esok hari (kiamat) kecuali orang yang bertemu Allah dengan hati yang bersih. Allah Ta’ala berfirman :

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾
088. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
089. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Q.S. Asy-Syua’ara : 88 – 89.

Hati yang bersih yaitu yang suci dari kotoran-kotoran penyelisihan (terhadap syariat).

Adapun seorang yang mengotori (hatinya) dengan sesuatu hal yang dibenci (Allah) maka tidak layak untuk berada di sisi Al-Quddus (Yang Maha Suci) kecuali setelah dibersihkan di dalam bara api adzab.

Kemudian, jika kotoran itu telah hilang darinya maka ia telah pantas untuk berada di sisi-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik.

Sedangkan hati-hati yang baik, maka telah layak untuk berada di sisi-Nya sejak awal.

Allah berfirman :
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ ﴿٧٣﴾
"Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, kamu telah berlaku baik,
maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".
Q.S. Az-Zumar : 73.

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ ﴿٣٢﴾
032. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka):
" Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, masuklah kamu ke dalam surga itu".
Q.S. An-Nahl : 32.

Dan siapa yang tidak membakar hatinya pada hari ini (ketika di dunia) dengan api penyesalan atas apa yang telah lalu, atau dengan api kerinduan untuk bertemu Sang Kekasih (Allah), maka api jahannam yang sangat panas diperuntukkan baginya.

Tidak butuh kepada pembersihan dengan api Jahannam kecuali yang tidak menyempurnakan pelaksanaan tauhid dan menegakkan hak-haknya.

(Tahqiqu Kalimatil Ikhlash yang tergabung dalam Majmu’ Rasail Al-Hafizh Ibn Rajab, jilid 3 hal. 65.)

24/11/11

Meraih Hati yang Baik

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy – semoga Allah merahmatinya – berkata :

Kebaikan hati itu terjadi dengan :
  • Kesempurnaan inabah[1] kepada Allah,
  • Tawakkal [2] yang kokoh kepada-Nya,
  • Kesempurnaan ikhlash untuk-Nya,
  • Dan ia mencintai kebaikan bagi seluruh makhluk.
Adapun rusak dan berkurangnya (kebaikan hati) disebabkan lawan dari semua itu. Dan inilah kandungan makna Sabda NAbi r :

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad pasti baik. Dan jika ia rusak, maka seluruh jasad akan rusak . ketahuilah dia (segumpal daging) itu : Hati.

Dan hakekat (baiknya hati) itu ketika Allah memberikan kepadanya kecintaan kepada iman dan menghiasinya di dalam hatinya. Dijadikan ia benci kepada kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Dan Dia menjadikannya termasuk orang-orang yang terbimbing.

Maka inilah kebaikan pada batin dan lahir (seseorang). Adapun lawannya (kejelekan hati) itu dengan lawan dari yang tersebut di atas.

(Majmu’ul Fawa’id wa Iqtinaadhul Awabid, hal. 15 – 16)




[1] Ibnul Qayyim – semoga Allah merahmatinya – berkata : Hakekat Inabah : Menetapnya hati di atas ketaatan kepada Allah, mencintai-Nya, dan menghadap kepada-Nya. (Al-Fawa’id hal. 36)

[2] Ibnul Qayyim berkata : “Sesungguhnya tawakkal adalah amalan hati. Dan peribadahannya dengan bersandar kepada Allah, percaya kepada-Nya, kembali kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, dan ridha dengan ketentuan-Nya kepadanya. Karena, ia mengilmui pencukupan Allah Subhanahu dan kebaikan pilihan-Nya untuk hamba-Nya ketika ia pasrah kepada-Nya, bersamaan ia menegakkan sebab-sebab yang diperintahkan dan bersungguh-bersungguh dalam mendapatkannya.”
(Ar-Ruuh 1/ 254, maktabah syamilah)

Agama Itu Nasehat

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dysemoga Allah merahmatinya – berkata :
Agama Itu Nasehat [1]
1. Nasehat untuk Allah :

Yaitu menegakkan penghambaan kepada-Nya secara lahir dan batin dengan ikhlash yang sempurna. Dan ia menyempurnakan seluruh bagian penghambaan secara lahir dan batin, melakukan penghambaan (kepada-Nya) dengan batas kemampuan yang ia miliki dan berkeinginan kuat untuk melakukan apa yang ia tidak mampu atasnya, ketika ia mampu.

2. Nasehat untuk Kitab Allah :

Yaitu bersungguh-sungguh memahami lafadz-lafadz dan makna-maknanya sesuai dengan kemampuannya. Dan ia giat dalam mengamalkan dan berdakwah kepadanya.


3. Nasehat untuk Rasul (utusan) Allah Shalallahu 'alaihiwassalam :

Yaitu dengan kesempurnaan iman kepadanya, mencintai dan menaatinya, mengikutinya, mengedepankan perkataan, petunjuk, dan alur hidupnya di atas setiap perkataan, petunjuk, dan jalan hidup selainnya. Dan ia menolong apa yang Beliau r bawa.


4. Nasehat untuk Pemimpin-pemimpin Muslimin :

Mereka adalah penguasa, pemerintah, dan wali mereka. Yaitu : dengan mengakui kepemimpinan mereka, menjalankan agama dengan mendengar dan taat kepada mereka, menasehati dan menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan dalam kebaikan yang mereka laksanakan.

5. Nasehat untuk Keumuman Kaum Muslimin :

Dia mencintai untuk mereka apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri. Dan ia membenci bagi mereka apa yang ia benci untuk dirinya sendiri.

Ia mengajarkan ilmu kepada yang tidak tahu, menasehati seseorang yang lalai dari kewajiban atau berbuat keharaman, membimbing orang-orang yang berbeda tingkatan-tingkatannya kepada apa-apa yang terdapat kebaikan dalam urusan agama dan dunia mereka.

Ia berdakwah kepada hal-hal tersebut seluruhnya dan menjauhi penipuan kepada mereka dengan perkataan dan perbuatan. Dan ia bermuamalah dan menunaikan hak-hak bagi yang memiliki hak atas orang lain.

(Al-Fatawa As-Sa'diyyah, hal. 56 - 57)

[1] Ini sebagaimana datang dalam hadits Tamim bin Aus ad-Daary yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahihnya bahwa Rasulullah r bersabda :
(( الدين النصيحة ))

23/11/11

Tingkatan Manusia dalam Mentauhidkan Allah

Asy-Syaikh Abdrurrahman bin Nashir As-Sa’dysemoga Allah merahmatinya – berkata :

“Dan manusia dalam tauhid itu memiliki derajat yang berbeda-beda, berdasarkan tingkat pengetahuannya tentang Allah dan penegakan penghambaan kepada-Nya secara lahir dan batin.

Lalu yang paling sempurna tingkatannya adalah seseorang yang memiliki pengetahuan terperinci tentang :
  • Nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan dan nikmat-nikmat-Nya.
  • Mengetahui tentang apa yang Dia kabarkan dari makhluk-makhluk-Nya.
  • Dan tentang hari akhir serta pembalasan yang benar datang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  • Dan ia memahami makna-maknanya dengan pemahaman yang benar.
Maka hatinya penuh terisi pengetahuan tentang Allah, pengagungan dan pemuliaan-Nya, rasa cinta, dan inabah (selalu kembali) kepada-Nya. Dan tertarik seluruh seruan-seruan hatinya menuju Allah, menghadap kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya.

Seluruh gerakan dan diamnya murni karena Allah Yang Maha Tinggi, tidak tercampur dengan tujuan-tujuan selainnya.

Maka, ia telah merasakan ketenangan kepada Allah dengan pengetahuan dan inabah (kepada-Nya), melakukan amal dan meninggalkan (karena-Nya).

Dan ia menyempurnakan jiwanya dengan ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Rasulullah salallahu alaihi wassalam). Dan menyempurnakan (jiwa) yang selainnya dengan berdakwah kepada landasan (amal) ini.

Dan tidak akan sempurna tauhid ini baginya sampai ia ber-wala’(loyalitas) kepada orang yang beriman dan bertauhid serta bara’ (berlepas diri) dari syirik dan pelakunya. Dan ia ber-wala’ karena Allah dan memusuhi karena Allah. Dan rasa cintanya mengikuti kecintaan Allah (kepada sesuatu).

Kita memohon kepada Allah dengan anugerah dan karunia-Nya untuk memberikan keutaaman kepada kita seluruh hal tersebut.”



(Al-Fatawa As-Sa’diyyah hal. 14)

20 Alasan Mengapa surury Bukan SALAFY dan SALAFY Bukan surury ...! (KELIMA)

KELIMA
Pujian pengikut Muhammad surur (sururiyyun) kepada Muhammad al-ghazali yang telah menghina hijab wanita dan menamainya sebagai “kemah”dalam kitabnya Mustaqbilul Islam (hal. 147 -148).
Dan ia berkata  : “Sesungguhnya pembicaraan tentangnya termasuk sampah-sampah pemikiran.” ( Ath-Tariq ilal Jama’ati al-Umm, hal. 71 dengan perantara kitab ‘Isyruna Ma’khodzan ‘ala as-sururiyyah, hal. 24)
Al-Lajnah ad-Daimah ditanya :
ما هو حكم من يستهزئ بمن ترتدي الحجاب الشرعي، ويصفها: بأنها عفريتة أو أنها خيمة متحركة، وغير ذلك من ألفاظ الاستهزاء؟

Apa hukum seseorang yang menghina wanita menggunakan hijab syar’i dan menyifatinya dengan “(jin) ifrit wanita” atau “kemah yang bergerak”, dan lafazh-lafazh penghinaan yang lainnya?

Al-Lajnah ad-Daimah dalam fatwa no. 4127 menjawab :

“Siapa yang menghina seorang muslimah atau muslim karena ia berpegang teguh dengan syariat Islam, maka ia telah kafir. Baik itu dalam permasalahan hijab muslimah yang syar’i atau yang selainnya, sebagaimana yang diriwayatkan Abdullah bin Umar – semoga Allah meridhai keduanya – beliau berkata :
“ Seseorang berkata pada suatu majelis dalam (perjalanan) perang Tabuk : “Aku tidak pernah melihat semisal qari-qari kita. Mereka paling besar perutnya, paling dusta lisannya, dan paling penakut ketika bertemu  musuh.”
Seorang dari Shahabat berkata : “Kamu dusta, tidak lain kamu munafik! Aku benar-benar akan mengabarkannya kepada Rasulullahr.” Maka, berita itu sampai kepada Rasulullah r dan Al-Qur’an telah turun. Abdullah bin Umar berkata : “Aku melihat orang itu bergelayutan di tali kekang Rasulullah r menyingkirkan bebatuan dan berkata : “WAhai Rasulullah, tidak lain kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main. Dan Rasulullah menjawab (dengan firman Allah) :

أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ ﴿٦٦﴾

065. "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
066. Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema`afkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. Q.S. At-Taubah 65 – 66.

Maka dijadikan penghinaannya kepada orang-orang mukmin sebagai penghinaan kepada Allah, ayat-ayat, dan Rasul-Nya.
Dan dengan pertolongan Allah-lah (datangnya) taufik itu.
وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushoby al-Yamany berkata :

“ Ini, orang yang menghina hijab wanita muslimah dan mengucapkan kalimat busuk ini, disisi Sururiyyun adalah “Ulama yang mulia” dan “Da’i besar Islam”. Walau pun telah menghina agama, itu tidak memudharatkannya.

Namun, yang seperti Syaikh Muqbil, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh an-Najmy, Syaikh Rabi’, Syaikh Ibnu Utsaimin, dan yang selain mereka dari ulama tauhid; mereka tidak memiliki nilai apapun di sisi mereka(sururiyyun). Karena mereka berdakwah kepada tauhid dan akidah.

Allah-lah tempat memohon pertolongan dan kepada Allah semata kita mengadu dari orang-orang yang telah menjadikan kebenaran menjadi kebatilan dan kebatilan menjadi kebenaran. Mereka telah menjadikan tauhid sebagai dosa dan pelanggaran. Dan mereka menjadikan kekufuran sebagai kebaikan dan hidayah.”

(‘Isyruuna Ma’khodzan ‘ala as-sururiyyah, hal. 26.)


Ingatlah perkataan dari Hudzaifah ibnul Yaman kepada Abu Mas’ud –semoga Allah meridhai mereka - :
فَاعْلَمْ أَنَّ الضِّلَالَةَ حَقَّ الضَّلَالَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ وَ أَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ وَ إِيَّاَك والتلون في دين الله تعال فإن دين الله واحد

"Maka ketahuilah bahwa kesesatan yang sebenar-benarnya yaitu : Kamu membenarkan (kesesatan) apa yang kamu dulu ingkari, dan kamu mengingkari (kebenaran) apa yang kamu dulu ketahui (kebenarannya).

dan berhati-hatilah kamu dari berganti-ganti warna (membunglon) di dalam agama Allah karena sesungguhnya agama Allah (yang hak) itu satu.”






21/11/11

Doa dan Adab Ketika Angin Berhembus Kencang

عَنْ أَنَسٍ t: كَانَ  النَّبِيُّ  eإِذَا هَاجَتْ رِيحٌ شَدِيدَةٌ قَالَ : 
 ))اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ ((

Dari Anas bin Malik – semoga Allah meridhainya - : “adalah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam ketika angin berhembus kencang mengucapkan doa :
(( Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu dari kebaikan yang ia (angin) itu diutus dengannya,dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang ia diutus dengannya.))

H.R. al-Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod.

Hadits ini dishahihkan oleh as-Syaik Al-Albany dalam ash-Shahihah no. 2757 dan as-Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy dalam ash-Shahihul Musnad no. 72 dari riwayat ath-Thabrani dengan lafazh :

))  اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ ((
Faedah mulia dari hadits ini :

1.       Disunnahkan untuk membaca doa ini ketika berhembus angin kencang.

2.  Angin adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki kekuatan dan kehendak kecuali apa yang Allah kehendaki dengannya. Angin bergerak dan berhembus kencang, itu semua dengan pengaturan Allah.

3.       Allah Maha Pencipta, menciptakan angin dan mengutus kebaikan atau kejelekan dengannya.

4.       Anjuran untuk memohon kebaikan kepada Allah dan berlindung kepada-Nya di waktu yang dikhawatirkan akan terjadi kejelekan di dalamnya.
5.       Kita berlindung kepada Allah ketika angin berhembus kencang sebab Allah telah mengadzab suatu kaum dengan angin kencang.  

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 
فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضاً مُّسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُم بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٢٤﴾
 تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ ﴿٢٥﴾

024. Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami". (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih.

025. yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. Q.S. Al-Ahqaaf : 24 – 25.
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhainya – ia berkata : Adalah Nabi e di hari yang berangin dan mendung terlihat keresahan di wajahnya dan Beliau e berjalan kesana kemari. Jika hujan telah turun maka Beliaue gembira dengannya dan hilang darinya keresahan itu. Aisyah berkata :  Aku pun bertanya tentangnya, lalu Beliau e bersabda :
إِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ عَذَابًا سُلِّطَ عَلَى أُمَّتِي وَيَقُولُ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ رَحْمَةٌ
(( Sesungguhnya aku khawatir ia menjadi adzab yang ditimpakan atas umatku.))
Dan jika melihat hujan telah turun Beliau e bersabda :
))  رَحْمَةٌ((
Rahmat(-Nya).

H.R. Al-Bukhori dan Muslim, dan lafazh hadits riwayat Muslim
6.       Islam agama yang sempurna mengajarkan adab yang sempurna dalam berbagai keadaan.

7.       Adab-adab seorang muslim ketika angin berhembus kencang:
-          Berdoa, sebagai bentuk ittiba’ (pengikutan) kepada Rasulullah e sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
-          Tidak mencela angin yang bertiup kencang.   Rasulullah e bersabda :
لا تسبوا الريح ، فإذا رأيتم ما تكرهون فقولوا (( اللهم إنا نسألك من خير هذه الريح ، وخير ما فيها ، وخير ما أمرت به ، ونعوذ بك من شر هذه الريح ، وشر ما فيها ، وشر ما أمرت به .))
Janganlah kalian mencela angin! Jika kalian melihat sesuatu yang kalian benci (darinya) maka ucapkanlah :
(( Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dari kebaikan angin ini, kebaikan yang ada padanya, dan kebaikan yang ia diperintahkan dengannya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini, kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan yang ia diperintahkan dengannya.))

و الله تعالى أعلم و الحمد لله رب العالمين.

17/11/11

20 Alasan Mengapa surury Bukan SALAFY dan SALAFY Bukan surury (KEDUA – KETIGA – KEEMPAT)

ALASAN KEDUA :

Penghinaan Muhammad Surur kepada Ulama yang Mengajarkan Tauhid


Dia, di dalam majalahnya yang dengan penuh kezhaliman dia namai dengan “as-Sunnah”, berkata : “Berhati-hatilah dari orang-orang yang membicarakan tentang tauhid. Mereka adalah budak dari budak dari budak dari budak. Dan akhir dari majikan mereka adalah nashrani.”

Inilah buah dari pemikiran sesat yang dia sebarkan sebagaimana dalam poin pertama. Pelecehan kepada AKIDAH berbuah perendahan kepada ULAMA TAUHID. Inilah sikap orang yang kalian ambil fulus darinya wahai surury, walau atas nama dakwah. Benarlah perkataan para ulama : “Pengikut Muhammad Surur itu tidak ada syubhat dalam diri mereka, tidak lain syahwat saja penyebabnya.”

KETIGA :

Muhammad Surur memuji Hasan At-Turaby yang membolehkan bagi seorang muslim untuk menjadi yahudi atau nashrani.

KEEMPAT
:

Surur memuji At-Turaby yang mengatakan : “Seorang muslim tidak boleh mengkafirkan yahudi dan nashara.” Ia memuji At-Turaby dalam majalahnya – yang dengan zhalim dinamai as-Sunnah – dengan memberinya gelar “da’i”, “ulama besar Islam”. Lalu, bagaimana ia menerapkan kaidah akidah yang syar’i : “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan seorang kafir asli, maka dia kafir”…?!

At-Turaby tidak mengkafirkan seorang kafir asli dan Surur memujinya sebagai “da’i" dan “ulama besar Islam”.

Inilah perilaku dan ucapan dari seorang yang “hijrah” dari negeri Islam ke negeri kafir.[1]

Kepada orang inikah seorang "Ahlussunnah" berwala’, walau berdalih mengambil uang dari jum’iyyahnya untuk berdakwah menyebarkan sunnah Rasulullah?

Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik.








[1] . Untuk pembaca ketahui, Muhammad Surur ini menetap di Britania/Inggris. Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hady al-Madkhaly -  semoga Allah menjaganya – berkata : “Sesungguhnya Surur telah meninggalkan negeri-negeri kaum muslimin sejak lama, ketika sempit dadanya tinggal disana. Maka ia meninggalkannya dan hijrah dari negeri kaum muslimini (ke negeri kafir). dan ia memilih bagi dirinya untuk menetap diantara orang-orang musyrik di Britania/Inggris, tanpa ada keresahan dan pandangan hikmah atas apa yang akan terjadi di negeri itu padanya, anak keturunannya yang laki-laki dan wanita, di masa sekarang dan yang akan datang. (Al-Irhab hal. 68, dengan perantara ‘Isyruuna Ma’khodzan hal. 7, ta’liq no. 1)

20 Alasan Mengapa surury Bukan SALAFY dan SALAFY Bukan surury (PERTAMA)

PERTAMA :
Wala’ [1] mereka (sururiyyun) kepada Muhammad Surur [2] yang telah mengucapkan kata-kata kufur sebagaimana termaktub dalam bukunya “Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah” (jilid 1 hal.8).
Dia mengatakan : “Aku membaca buku-buku akidah, lalu aku melihat bahwa buku-buku itu ditulis bukan di zaman kita dan (hanya) untuk menyelesaikan sengketa dan permasalahan di zaman(penulisan)nya. Dan untuk masa kita ini butuh kepada penyelesaian baru.
Maka, aku melihat bahwa kebanyakan metodenya “kering”, karena (di dalamnya) nash-nash dan hukum-hukum semata. Oleh karena ini, banyak pemuda yang berpaling dan zuhud darinya.”

Tanggapan Ulama Sunnah terhadap perkataan bathil ini :

1.      Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan – semoga Allah menjaganya – berkata :

“Muhammad Surur dengan perkataannya ini akan menyesatkan para pemuda (muslim), memalingkan mereka dari buku-buku akidah yang shahih dan dari buku-buku Salaf. Dan ia akan mengarahkan mereka kepada pemikiran-pemikiran dan buku-buku baru  yang membawa pemikiran-pemikiran syubhat.

“Ketergelinciran” buku-buku akidah dalam pandangan Muhammad surur : buku-buku itu nash-nash dan hukum-hukum (saja) yang isinya “Allah berfirman” dan “Rasulullah bersabda”. Dan ia menginginkan pikiran-pikiran fulan dan fulan, tidak menghendaki nash-nash dan hukum-hukum.

Maka, wajib untuk kalian men-tahdzir (memperingatkan dan berhati-hati) dari penyusupan-penyusupan (pemikiran) yang bathil ini, yang diinginkan dengannya: pemalingan pemuda kaum muslimin dari buku-buku Salafus Shalih.” (Al-Ajwibah Mufidah, hal. 55.)

2.      Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby semoga Allah menjaganya – berkata : “Sesungguhnya ucapan terhadap buku-buku akidah ini, dan pencirian bahwa di dalamnya terdapat banyak kekeringan, (ini) tidak boleh. Dan ini haram. Wajib atas setiap muslim untuk mengagungkan firman Allah dan sabda Rasulullah. Dan akidah adalah landasan agama kita. Tidak akan diterima suatu amalan kecuali (amalan) seorang yang mentauhidkan Allah dan yang berakidah bersih.” (‘Isyruuna Ma’khodzan ‘ala As-Sururiyyah, hal. 17)

3.      Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – semoga Allah merahmatinya -, ketika ditanya tentang perkataan Muhammad Surur ini, beliau berkata : “Perkataan ini (perkataan) kufur.”  (’Isyruuna Ma’khodzan, hal. 16)

4.      Asy-syaikh Ibnu Baz semoga Allah merahmatinya – ketika ditanya tentang perkataan ini, beliau berkata : “Ini riddah (murtad) dan kalimat yang busuk” (’Isyruuna Ma’khodzan, hal. 16) 

5.      Asy-Syaikh Muhammad Amaan Al-Jamy–semoga Allah merahmatinya–beliau berkata : “Wahai Muhammad  surur, kamu sedang berdakwah kepada apa..?! Para nabi, mereka telah diganggu (kaumnya) karena berdakwah kepada akidah, kepada Islam. Kamu, kepada apa kamu telah berdakwah..?! Mana, akidah yang kamu menyeru kepadanya?!” (kaset Laisa minan nashihah fi syai’in, dengan perantara Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal.  79, ta’liq no. 77)

Inilah perkataan para ulama Ahlussunnah kepada seorang yang sururiyyun berwala’ kepadanya.


[1] Wala’ terkandung di dalamnya rasa cinta, pembelaan, dan pertolongan. Jika dikatakan : seseorang berwala’ kepada fulan, maknanya : dia mencintai, membela, dan menolong fulan. Baik kecintaan, pembelaan, dan pertolongan itu berdasarkan zat orang tersebut atau  agama dan pemikirannya, dll.

[2] Muhammad surur bin naif zainul abidin, dinisbahkan kepadanya kelompok sempalan as-sururiyyah. Pengikutnya disebut surury atau sururiyyun.

16/11/11

Derajat Setiap Orang Sesuai Amalannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١٩﴾

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan,
 dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) amalan-amalan mereka sedang mereka tiada dirugikan/ dizhalimi. Q.S. Al-Ahqaaf: 19

 Faedah-faedah penting dari ayat mulia ini diantaranya:

1.            Bagi setiap orang –termasuk jin- mendapat balasan sesuai jenis amalannya. Jika baik akan dibalas dengan kebaikan. Apabila jelek maka mendapat kejelekan.

2.            Pelaku kebaikan antara satu dengan lainnya berbeda tingkatannya. Sebagaimana pelaku amalan kejelekan demikian pula. Masing-masing mendapatkan kedudukan dan derajat berdasar sedikit banyak amalan kebaikan atau kejelekannya.

3.            Surga seluruhnya kenikmatan dan tingkatannya berjenjang ke atas. Semakin tinggi tingkatannya semakin besar nikmat bagi penghuninya.

4.            Neraka seluruhnya adab –wal’iyadzubillah - dan tingkatannya ke bawah. Semakin ke bawah derajatnya semakin pedih adzab bagi penghuninya.

5.            Allah itu Maha Adil, akan membalas setiap orang pada hari kiamat sesuai apa yang dahulu mereka lakukan di dunia. Dia tidak akan menambah kejelekan dan tidak mengurangi kebaikan mereka sedikit pun.

6.            Allah tidak lalai sedikit pun dari segala perbuatan hamba-hamba-Nya.

7.            Allah itu Maha Kaya dan Maha Mulia tidak butuh kepada ketaatan/ perbuatan baik manusia bahkan setiap insan butuh beramal shalih dan menaati-Nya untuk kebaikan bagi mereka sendiri nantinya. Dan Allah tidak terkurangi kemuliaannya dengan kemaksiatan yang dilakukan hamba-Nya, bahkan setiap orang yang harus berjuang memuliakan dirinya di sisi Allah dengan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya untuk berlindung dari adzab-Nya yang amat pedih.

8.            Ayat-ayat lain yang semisal ayat ini diantaranya:

هُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ اللّهِ واللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ﴿١٦٣﴾

Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.  Q.S. Ali Imraan: 163

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُواْ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٣٢﴾

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Q.S. Al-an’aam: 132.

Rujukan :

·          Taisirul Karimir Rahman As-Sa’dy,

·         Tafsir Ath-Thabary

·         Tafsir Ibnu Katsir

·         Fathul Qodir Asy-Syaukani

·         Tafsir Al-Baghowy

·         Al-Jami li Ahkamil Qur’an Al-Qurthuby
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes