26/04/12

Sumber Rujukan Akidah dan Metode Salaf dalam Penukilannya


Akidah itu tauqifiyyah yaitu tidak ditetapkan kecuali dengan dalil dari pembuat syariat. Tidak ada ruang untuk akal dan ijtihad di dalam permasalahan akidah.
Dari titik tolak ini diketahui bahwa sumber-sumber referensi akidah terbatas kepada isi kandungan Al-Qur’an dan Sunnah saja karena:
Ø  Tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah, apa yang wajib untuk-Nya, dan apa yang Dia disucikan darinya daripada Allah sendiri.
Ø  Dan setelah itu, tidak ada yang mengetahui tentang Allah daripada Rasulullah r.
Oleh karenanya, metode Salafus Shalih dan yang mengikuti mereka dalam menukilkan akidah terbatas pada Al-Qur’an dan Sunnah saja.
Mereka mengimani, meyakini, dan mengamalkan segala kandungan Al-Qur’an dan Sunnah tentang hak Allah Ta’ala. Seluruh yang tidak ditunjukkan Al-Qur’an dan Sunnah, mereka meniadakan dan menolak penetapannya bagi Allah Ta’ala.
Oleh sebab ini, tidak didapati perselisihan antara mereka dalam permasalahan akidah bahkan keyakinan mereka satu.
Jemaah mereka juga satu karena Allah membebankan kepada orang yang berpegang teguh kepada kitab-Nya dan mengikuti sunnah Rasul-Nya dengan persatuan kalimat, lurus dalam keyakinan, dan bersatu padu dalam metode.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ ﴿١٠٣﴾
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Q.S. Ali-Imraan: 103.


Dan Allah Ta’ala berfirman:
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى ﴿١٢٣﴾
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Q.S. Thahaa: 123.
Lantaran ini mereka dijuluki sebagai golongan yang selamat(firqotun najiyah) karena Nabi r mempersaksikan keselamatan bagi mereka sewaktu Beliau mengabarkan perpecahan umat menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya di neraka kecuali satu golongan. Ketika Rasulullah ditanya tentang satu golongan ini Beliau bersabda:
Yaitu orang-orang yang berpendirian semisal apa yang aku dan Shahabatku berada di atasnya. (H.R. Ahmad)
Kabar dari Rasulullah ini menjadi kenyataan ketika sebagian orang membangun akidahnya di atas selain Al-Qur’an dan Sunnah, yang bersumber dari ilmu kalam dan kaedah-kaedah mantik peninggalan filsafat Yunani.
Penyimpangan dan perpecahan akidah telah terjadi yang menghasilkan terbelahnya persatuan kalimat, terkelompok-kelompoknya jemaah, dan membengkokkan bangunan masyarakat Islam.

19/04/12

Kata-kata Hikmah Penting untukmu (2)

Hikmah ke-11
Seandainya ilmu tanpa amal itu bermanfaat, Allah tidak akan mencela pendeta-pendeta Ahlul Kitab. Dan apabila amal tanpa ikhlas bermanfaat, tidak akan dicela orang-orang munafik.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)

Hikmah ke-12
Cekal sejak Awal!
Tepislah sesuatu yang melintas dalam benak! Apabila kamu tidak menghalaunya, ia akan menjadi pikiran.
Usirlah pikiran itu! Jika kamu tidak melakukannya , ia akan menjadi syahwat.
Maka perangilah syahwat itu! Seandainya kamu tidak menangkalnya, ia akan menjadi tekad dan keinginan. Apabila kamu tidak melawannya, ia menjadi perbuatan.
Lalu, jikalau kamu tidak menyelamatkan diri dengan melawannya, ia akan menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk kamu meninggalkannya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)


Hikmah ke-13
Mintalah kepada Allah semata
Ketika Adam – ‘alaihissalam – mencari keabadian di dalam surga dari sisi pohon (terlarang), ia malah dikeluarkan darinya.
Ketika Yusuf –‘alaihissalam – meminta jalan keluar dari penjara melalui temannya yang melihat mimpi, ia semakin lama tinggal di dalamnya selama beberapa tahun.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)

Hikmah ke-14
Jalan menuju Allah itu tidak dihuni orang-orang yang ragu dan mengikuti syahwat. Bahkan jalan itu ditempati orang-orang yang yakin dan sabar dan mereka di atas jalan tersebut tidak ubahnya rambu-rambu penunjuk arah.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ ﴿٢٤﴾
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. Q.S. As-Sajdah: 24.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 82)
Hikmah ke-15
Siapa yang berhadats sebelum mengucapkan salam, batal apa yang telah lewat dari shalatnya.
Siapa yang berbuka sebelum matahari tenggelam, puasanya hilang sia-sia.
Siapa yang berbuat jelek di akhir hidupnya, ia menghadap Rabbnya dengan bentuk yang demikian itu.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 92)

Hikmah ke-16
Ats-Tsauriy berkata kepada Ibnu Abi Dzi’b,” Jika kamu bertakwa kepada Allah, manusia akan mencukupkanmu. Apabila kamu bertakwa kepada manusia, mereka tidak akan mencukupimu dari Allah sedikit pun.”
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 81)

Hikmah ke-17
Sulaiman bin Daud berkata,”Kami telah diberi dengan sesuatu yang diberikan kepada manusia dan yang tidak diberikan kepada mereka. kami telah diajarkan sesuatu yang diketahui manusia dan yang tidak mereka ketahui.  Lalu, kami tidak menemui sesuatu yang lebih utama daripada takwa kepada Allah di saat sendiri dan ketika terlihat manusia, adil ketika marah dan ridha, dan pertengahan dalam hal kemiskinan dan kekayaan.”
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 81)

Hikmah ke-18
Beramal tanpa ikhlas dan meneladani Rasulullah ibarat musafir yang mengisi kantong perbekalannya dengan pasir, membebaninya dan tidak memberi manfaat kepadanya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 74)

Hikmah ke-19
Target itu letaknya pertama di dalam takdir terakhir dalam wujud, permulaan dalam pandangan akal dan penghabisan dalam pencapaian.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 74)
Hikmah ke-20
Sebagian ulama berkata,”Apabila Iblis telah mencengkeram anak Adam dengan tiga perkara, ia tidak akan mencari yang lainnya:
1.       Jika manusia itu terkagum-kagum(‘ujub) kepada dirinya sendiri.
2.       Ia menganggap amalannya telah banyak.
3.       Ia lupa akan dosa-dosanya.”
(Abdul ’Aziz As-Salman, Iyqaazhu Ulil Himamil ‘Aliyyah, hal. 20)

18/04/12

Sepuluh Hikmah Penting untukmu

Hikmah  ke-1
Siapa yang mengenali dirinya, ia pasti sibuk memperbaiki dirinya dan lalai dari aib-aib manusia. Dan siapa yang mengenal Rabbnya, ia sibuk dengan-Nya dan lupa akan hawa nafsunya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 85)

Hikmah ke-2
Seberapa banyak hikmah dari ditakdirkannya seorang hamba berbuat dosa. Seberapa besar terkandung kebaikan dan rahmat bagi hamba tersebut ketika bertaubat darinya.
Taubat dari suatu dosa laksana meminum obat bagi orang sakit. Terkadang suatu penyakit itu sebab untuk datangnya kesembuhan.
Terkadang teguran untukmu baik akibatnya,
Dan mungkin sehatnya jasad dikarenakan penyakit.
Seandainya tidak ada ketentuan dosa, bani Adam(manusia) pasti binasa karena sombong(karena merasa tak berdosa).
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 96)

Hikmah ke-3
Siapa yang menghendaki hatinya bersih, maka hendaknya ia mengutamakan Allah dari syahwatnya.
Hati yang terikat dengan syahwat dihalangi dari Allah sesuai kadar keterikatannya dengan syahwat tersebut.
Hati adalah bejana Allah di muka bumi. Dan yang paling dicintai-Nya adalah yang paling belas kasih, kuat, dan paling bersih.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 131)

Hikmah ke-4
Siapa yang menempatkan hatinya di sisi Rabbnya, ia akan tenang dan tenteram. Dan siapa yang mengutus hatinya pada manusia, ia akan guncang dan menguat keresahannya.
kecintaan kepada Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang mencintai dunia kecuali seumpamanya onta masuk  ke dalam lubang jarum (yaitu: mustahil, pen).
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 131)

Hikmah ke-5
Jika Allah ingin kebaikan kepada seorang hamba, Dia menjadikannya mengakui perbuatan dosanya dan tidak melihat dosa orang lain. Ia dermawan dengan apa yang ia miliki dan zuhud terhadap milik orang lain serta bersabar atas gangguan.
Dan apabila Allah menghendaki kejelekan kepadanya, Dia balikkan itu semua atasnya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 133)

Hikmah ke-6
Pilar-pilar kekafiran(al-kufr) ada empat: sombong (al-kibr), dengki(al-hasad), marah(al-gadhab), dan syahwat.
Sombong mencegah dari ketundukan(al-inqiyad). Dengki merintangi dari menerima dan melaksanakan nasehat. Marah menangkal keadilan. Syahwat melarang dari meluangkan waktu untuk ibadah.
Jika tiang kesombongan roboh maka mudah atasnya untuk tunduk. Apabila runtuh pilar hasad, tidak sulit baginya untuk menerima dan mengamalkan nasehat. Jika jatuh tonggak kemarahan, pasti mudah untuknya berbuat adil dan rendah hati(tawadhu’). Dan kalau tumbang sendi syahwat, tidak berat untuknya berperilaku sabar, menjaga kehormatan, dan beribadah.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 196)

Hikmah ke-7
Manusia yang paling bermanfaat bagimu adalah seseorang yang menempatkanmu di dalam dirinya sehingga kamu menanam kebaikan di dalamnya atau kamu berbuat baik kepadanya. Sesungguhnya orang ini senikmat-nikmat penolong untuk kemanfaatan dan kesempurnaanmu.
Dan sejelek-jelek manusia untukmu adalah yang menguatkan dirinya atasmu sehingga kamu bermaksiat kepada Allah karenanya. Sesungguhnya dia penolong kepada kejelekan dan kehinaanmu.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 233)

Hikmah ke-8
Laba terbesar di dunia adalah Anda menyibukkan diri di setiap waktu dengan sesuatu yang lebih utama dan lebih bermanfaat baginya di tempat kembalinya(yakni: di akhirat, pen.)
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)

Hikmah ke-9
Kehilangan waktu lebih dahsyat dari maut. Karena, lenyapnya waktu akan memutusmu dari Allah dan negeri Akhirat sedangkan maut memotongmu dari dunia dan penghuninya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)

Hikmah ke-10
Makhluk itu, jika kamu takut kepadanya, kamu merasa tidak tenang dan menghindar darinya.
Adapun Rabb Yang Maha Tinggi, apabila kamu takut kepada-Nya, kamu merasa akrab dan mendekat kepada-Nya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)





13/04/12

Empat Langkah Menuju Kebinasaan

A
sy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad As-Salman – semoga Allah merahmatinya –berkata,“Empat amalan yang pasti memenggal leher seseorang, berlindunglah darinya!
Pertama: kekufuran dan dia ada dua macam:
·         Pertama: Kufur syak yaitu kufur karena keraguan.
·         Kedua: kufur karena benci, enggan, dan sombong.
Dan ini musibah yang paling besar sebab seorang yang ragu mungkin untuk beriman setelah datang keyakinan. Adapun seorang yang kufur karena benci, maka ia kufur kepada Sang Pencipta alam semesta di atas keyakinan ilmu.
Kedua: bidah dan dia juga dua macam: bid’ah yang mengafirkan dan bid’ah yang menyesatkan pelakunya.
Siapa yang selamat dari keduanya, maka Islamnya telah selamat untuknya. Dan siapa yang tertimpa salah satunya, maka ia telah menyimpang dari jalan Islam atau tersesat dari jalur keselamatan.
Ketiga : lalai dari mengingat Allah. Sesungguhnya kemaksiatan itu lebih cepat menimpa hati daripada tergelincirnya batu ke tempat yang rendah.
Keempat: cinta dunia apabila hati telah dikuasai olehnya. Seandainya ia seorang ahli ibadah, badannya sibuk dengan ibadah namun hatinya di lembah-lembah dunia. Kamu lihat ia seumur hidupnya mendekatkan diri kepada Allah dengan anggota tubuhnya sedangkan hatinya jauh dari itu.
(Iyqaazhu Ulil Himmatil ‘Aliyyah, Abdul-Aziz As-Salman, hal. 271 – 272)

11/04/12

Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an

Asy-Syaikh Muhammad Asy-Syinqithiy – semoga Allah merahmatinya – berkata,”Firman-Nya Ta’ala:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٤٤﴾
Dan Kami turunkan kepadamu zikir (Al Qur'an), agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya. Q.S. An-Nahl: 44.
…Allah Yang Maha Mulia telah menyatakan, dalam ayat ini, dua hikmah penurunan Al-Qur’an kepada Nabi – shalallahu ‘alaihi wasallam -:
Pertama: agar Beliau – shalallahu ‘alaihi wasallam – menguraikan apa yang Allah turunkan kepada manusia tentang larangan dan perintah, janji dan ancaman, dan yang semisal itu. Dan Allah telah menjelaskan hikmah ini di ayat-ayat lainnya seperti firman-Nya:
وَمَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاَّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُواْ فِيهِ ﴿٦٤﴾
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu. Q.S. An-Nahl: 64.
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ ﴿١٠٥﴾
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia. Q.S. An-Nisaa’: 105.

Hikmah kedua: memikirkan ayat-ayat-Nya dan memetik nasehat darinya sebagaimana firman-Nya di ayat ini:
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
supaya mereka memikirkannya. Q.S. An-Nahl: 44.
Dan Allah telah menerangkan hikmah ini di selain ayat ini semisal firman-Nya:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ ﴿٢٩﴾
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. Q.S. Shaad: 29.
Dan firman-Nya:
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً ﴿٨٢﴾
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Q.S. An-Nisaa’: 82.
Dan firman-Nya:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا ﴿٢٤﴾
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? Q.S. Muhammad: 24.
Dan ayat-ayat lainnya.
(Tafsir Adhwa’ul Bayaan, Asy-Syinqithiy, al-Maktabah asy-Syamilah 2/ 380)

07/04/12

Menggunakan Hati untuk Amalan yang Terbaik dan Bermanfaat

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Suatu keharusan bagi hati untuk melihat, berpikir, memahami, berkeinginan, dan bermaksud. Maka, bersungguh-sungguhlah menjadikan perkara-perkara ini  dalam hal yang paling wajib, utama, dan bermanfaat, agar kamu meraih dua kebahagiaan(dunia dan akhirat).
Kamu mesti benar-benar membuat pikiranmu di dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat dan pemikiran-pemikiran yang lurus dan menghadapkan sudut pandangmu kepada sumber hidayah dan rahmat-Nya yang menumbuhkan ilmu dan pengetahuan, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Demikian pula dalam perkara-perkara kauni, seperti langit, bumi, dan seisinya yang menunjukkan dengan sebaik-baik bukti tentang kepemilikan sifat-sifat yang sempurna bagi-Nya dan keesaan-Nya dalam keagungan, kesombongan, kemuliaan, dan keindahan.
Begitu juga merenungi nikmat-nikmat Allah atasmu dan yang selain kamu agar kamu mempersaksikan darinya sesuatu nikmat yang tidak pernah terlihat mata, terdengar telinga, dan tidak sekalipun terbetik di hati manusia.  Sehingga, kamu mengetahui dan mengakui nikmat-nikmat itu serta menyebutkannya secara global dan terperinci. Dan seharusnya kamu jadikan nikmat itu sebagai alat penolong dalam menaati Sang pemberi nikmat.
Kamu juga harus memikirkan apa-apa yang wajib dan mustahab atasmu serta kewajiban dalam menjauhi larangan-larangan, apakah kamu telah melaksanakannya yaitu menaati perintah dan menjauhi larangan? Dan apa jalan yang mengantarkan sampai tujuan dan mana yang tidak? Dan apakah kamu telah menegakkan apa yang belum kamu laksanakan dan membayar apa yang wajib kamu tunaikan? Agar keinginan(iradah) dan niatmu terikat dengan sesuatu yang Allah cintai darimu, dengan meniatkan ridha Allah dan pahala-Nya. Dan hendaknya keinginan hati ini selalu ada di setiap ibadah, kebiasaan, dan keadaanmu.
Hati-hatilah kamu dari menjadikan pikiran-pikiranmu berputar di sekitar syahwat-syahwat perusak dan keinginan-keinginan yang tidak ada hasil dan manfaat bagimu, di waktu dekat  atau masa yang akan datang. Bahkan, pikiran-pikiran seperti itu adalah hukuman yang disegerakan sebelum datangnya siksa akhirat. Sedangkan kewajiban yang dibebankan kepada setiap mukallaf hanyalah untuk mengenal Allah dan tidak asing dengan sifat-sifat dan hak-hak-Nya. Ia juga menegakkan hak-hak Allah dan makhluk-Nya, dengan berharap kepada Allah untuk menyempurnakan dan menerimanya. Dan ia merasa takut dari kekuranganya sehingga tertolak amalan itu atasnya.
Dan hendaknya ia bertaubat memohon ampunan di setiap waktu dan mengambil sebab-sebab duniawi untuk menegakkan kewajiban-kewajibannya. Ia memaksudkan hal itu untuk menolongnya dalam menaati Allah. Dan bersamaan itu, ia mengharap taufik dari Rabbnya untuk dimudahkan dan mendapat berkah di dalam amalannya.”
(Majmu’ul Fawa’id wa Iqtinaashul Awaabid, As-Sa’di, hal. 36 – 37)

Dua Jalur Serangan Penyakit ke dalam Hati

Dua Jalan Masuk Serangan Penyakit ke dalam Hati
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad as-Salam – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Dengarlah wahai orang-orang yang telah Allah hidupkan di atas Islam, mintalah untuk kamu diwafatkan di atasnya.
Wahai orang-orang yang telah Allah kenakan pakaian iman, bersungguh-sungguhlah untuk menjadi yang bersih.
Duhai orang-orang yang telah Allah minta untuk menjaga Al-Qur’an, jadilah orang yang beriman kepadanya. Al-Qur’an menunjukkan kita perdagangan yang beruntung namun kita berlambat-lambat. Ia menghasung kita untuk zuhud kepada dunia, tetapi kita malah cinta kepadanya.
Wahai hamba-hamba Allah hendaknya orang  yang hadir mendengar, yang mendengar tersadar, yang berdakwah mengamalkan kandungan dakwahnya, dan yang beramal, ia ikhlas dalam amalannya.
Dan ketahuilah wahai anak keturunan Adam bahwa hatimu sakit dari dua sisi:
·         Pertama: penyelisihanmu kepada perintah Allah.
·         Kedua: kelalaianmu dari mengingat Allah.
Dan kamu tidak akan mengecap kesembuhan sampai kamu menegakkan ketaatan dan senantiasa berdzikir mengingat Allah.
Kemudian, obatilah penyelisihan dengan bertaubat. Dan sembuhkan kelalaian dengan selalu menghadap(inabah) dan kembali kepada Allah.
(Iyqaazhu Ulil Himmatil ‘Aliyyah, Abdul ‘Aziz bin Muhammad As-Salman, hal. 272)

03/04/12

Berlindung dari Hati yang tidak Khusyuk

Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

YA Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk(tunduk), jiwa yang tidak merasa kenyang, dan (aku berlindung) dari doa yang tidak dikabulkan. (Hadits Zaid bin Arqam, riwayat Muslim)
·         Asy-Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfury – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Sabdanya:
أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ
Aku berlindung kepadamu dari hati yang tidak khusyuk(tunduk).
Yaitu: (hati) yang tidak tenang dan tenteram mengingat Allah.”
(Tuhfatul Ahwadzy bisyarhi Jami’ at-Tirmidzy, maktabah Syamilah, 9/ 318)

·         Asy-Syaikh ‘Ubaidullah bin Muhammal al-Mubarakfury – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“(Hati yang tidak khusyuk) yaitu hati yang tidak takut kepada Allah, tidak tunduk untuk mengingat Allah dan menyimak kalam-Nya. Itulah hati yang membatu yang paling jauh dari kehadiran Yang Maha Mengilmui perkara-perkara ghaib.”
(Mir’aatul Mafaatih syarhu Misykaatil Mashaabiih, maktabah asy-Syamilah, 8/ 221)

·         Dan sesungguhnya hati itu diciptakan untuk khusyuk(tunduk) kepada Rabbnya, melapangkan dada, dan memasukkan cahaya(hidayah) ke dalamnya.
Jika keadaannya tidak seperti itu, maka hati itu telah keras sehingga wajib untuk memohon perlindungan darinya. Allah Ta’ala berfirman:
فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم ﴿٢٢﴾
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah mengeras(membatu) hatinya
(untuk mengingat Allah). Q.S. Az-Zumar: 22.
(Syarhu Sunan Ibni Majah, Maktabah Syamilah, 1/ 22)
Faedah:
Al-Munawy – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“disandingkan (di dalam hadits) antara berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dengan hati yang tidak khusyuk, mengisyaratkan bahwa ilmu yang bermanfaat mewariskan sifat khusyuk(ketundukan kepada Allah).
(At-Taisir bisyarhil jami’ish shagir, maktabah Asy-Syamilah, 1/ 452)

01/04/12

Tiga Jenis Kandungan Hati

Al-Imam Ibnul Qayyim –semoga Allah merahmatinya – berkata:
Hati itu ada tiga:
1.       Hati yang kosong dari iman dan segala kebaikan.
Itu adalah hati yang gelap yang syaithan benar-benar telah beristirahat dari melontarkan waswas kepadanya. Sebab, ia(syaithan) telah menjadikannya rumah dan negerinya, ia menghukumi di dalamnya sesuai apa yang ia inginkan, dan ia telah menguasainya di puncak penguasaan.
2.       Hati yang kedua: Hati yang telah bersinar dengan cahaya iman, menyalakan lentera-lentera iman di dalamnya. Namun, ada kegelapan syahwat dan hembusan-hembusan hawa nafsu.
Maka, syaithan datang dan pergi di sana, mencoba dan tamak. Sehingga, peperangan di situ berganti posisi, menang dan kalah.
Dan keadaan jenis ini berbeda-beda dalam sedikit dan banyaknya. Diantara mereka ada yang waktu kemenangan atas musuhnya (syaithan) lebih banyak. Dan ada yang waktu kemenangan musuhnya atasnya lebih banyak. Adapula yang kadang ini dan kadang itu.
3.       Hati yang ketiga: Hati yang dipenuhi iman, benar-benar telah bersinar dengan cahaya iman, terlepas syahwat darinya, dan tercabut kegelapan-kegelapan tersebut.
Maka, cahaya di hatinya telah terbit bersinar. Dengan sebab terbitnya itu, ia menyala. Seandainya rasa waswas mendekatinya, ia pasti terbakar dengannya.
Sehingga, ia laksana langit yang dijaga dengan bintang-bintang. Jika syaithan mendekatinya(untuk mencuri berita dari langit) dilemparkan bintang itu kepadanya, hingga ia terbakar. Sedangkan langit itu tidak lebih terhormat dari seorang mukmin. Penjagaan Allah kepada orang mukmin lebih sempurna daripada penjagaan langit.
Langit tempat peribadahan para malaikat, tempat menetapnya wahyu, terdapat cahaya ketaatan di dalamnya.
Adapun hati seorang mukmin tempat menetapnya tauhid, rasa cinta, ma’rifah(pengenalan kepada Allah), dan iman. Di dalamnya terdapat cahaya dari itu semua.
Sehingga, ia lebih berhak untuk dijaga dan dilindungi dari tipu daya musuh. Tidak akan mampu dicapai hati itu kecuali dengan tipu daya, kelengahan, dan menyambarnya.
(Al-Waabilush Shayyib, Ibnul Qayyim, hal. 58 – 59)
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes