26/08/11

Beratkan Timbangan Amalmu

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - ، عن رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( إنَّهُ لَيَأتِي الرَّجُلُ السَّمِينُ العَظِيمُ يَوْمَ القِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَناحَ بَعُوضَةٍ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-  dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ((Sesungguhnya pada hari kiamat benar-benar akan datang seorang yang gemuk berbadan besar, yang tidak memiliki bobot di sisi Allah sehelai sayap nyamuk pun)). Muttafaqun 'alaih.
Hadits yang mulia ini mengandung faedah-faedah agung, diantaranya:
1.       Nilai seseorang, pada hari kiamat, berdasar ilmu dan ketakwaannya tidak dengan bentuk jasmaninya.  Dan yang dijadikan 'ibrah (pertimbangan) adalah alat ukur syar'i bukan gambaran-gambaran manusia.
2.       Timbangan di hari kiamat adalah timbangan yang adil. Setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang ia miliki dari kebaikan dan kejelekan.
3.       Ulama mengatakan:
·         Barangsiapa yang kebaikan-kebaikannya lebih berat dari perbuatan-perbuatan jeleknya maka ia termasuk penghuni surga.
·         Barang siapa yang kejelekan-kejelekannya lebih berat dari amalan-amalan baiknya maka ia berhak untuk diadzab di neraka.
·         Barangsiapa yang seimbang antara amalan-amalan baiknya dengan amalan-amalan jeleknya termasuk dari penghuni A'raaf yaitu orang-orang yang ada di antara surga dan neraka selama beberapa waktu sesuai apa yang Allah kehendaki. Dan di akhir ia akan masuk surga.
4.       Hadits ini menunjukkan tercelanya badan gemuk yang mengantarkan pada kemalasan dan kesombongan.
5.       Harta dan anak tidak bermanfaat pada hari Kiamat kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ (88) إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
 (yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, Q.S. Asy-Syu'araa: 88-89.
6.    Hadits ini menunjukkan Itsbat (penetapan) adanya Mizaan (timbangan) di hari Kiamat.
7.       Sunnah menunjukkan bahwa timbangan amal itu bentuknya nyata memiliki dua neraca. Diletakkan di salah satunya amalan-amalan jelek dan  yang lain amalan-amalan yang baik jika salah satunya lebih berat maka akan condong kepadanya.
8.       Apa yang ditimbang?
As—Syakih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- berkata:
Zhahir hadits ini bahwa yang ditimbang adalah manusianya dan ia meringan dan memberat sesuai dengan amalannya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal. Lembaran-lembaran amal jelek diletakkan di satu neraca dan lembaran-lembaran amal yang baik di neraca yang lain mana yang lebih berat maka amal itu untuknya.
Pendapat yang lain bahwa yang ditimbang adalah amal sebab Allah Ta'ala berfirman:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ ﴿٧﴾
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Q.S. Al-Zalzalah: 7.
Allah jadikan amal itu yang ditimbang. Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ ﴿٤٧﴾
Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (balasan)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. Q.S. Al-Anbiyaa': 47

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:  
« كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ »
((Dua kalimat yang ringan atas lisan, yang berat di timbangan, dicintai oleh Ar-Rahman:
" سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ"
Maha Suci Allah dan dengan segala pujian-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.))

Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam: ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ...….Dua kalimat yang berat dalam timbangan, menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal.

Dan ini zhahir dari Al-Qur'an dan Sunnah.

Dan mungkin juga yang ditimbang adalah amal dan lembaran-lembaran amal. Wallahu a'lam.

9.       Di dalam hadits ini ada peringatan bagi seseorang agar tidak mementingkan diri sendiri yaitu memberikan kenikmatan pada jasadnya saja. Yang layak bagi seorang berakal untuk mementingkan pemberian nikmat pada hatinya yaitu meluruskannya diatas agama Allah. Jika hati mendapat kenikmatan maka jasad akan merasakannya pula. Dan tidak sebaliknya. Seseorang terkadang diberikan dunia yang berlimpah namun hatinya seakan-akan ada di neraka wal'iyadzubillah. Rasulullah shalallahu 'alaih wasallam bersabda:
« أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ »
             ((Ketahuilah bahwa dalam jasad itu ada segumpal daging jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya. Ketahuilah itu adalah hati.))

            Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang berlapang hati di dalam Islam dan menjadikan hati-hati kita bercahaya. Sesungguhnya Ia Maha Pemberi karunia dan Maha Mulia.

(Rujukan: Bahjatun Nazhirin Salim Al-Hilaly, Syarh Riyadhush Shalihin Al-Utsaimin, Syarh Al-Ahadits Al-Mukhtarat Sulaiman bin Muhammad Alluhaimid)

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes