Tampilkan postingan dengan label Faedah nan Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Faedah nan Hikmah. Tampilkan semua postingan

19/04/12

Kata-kata Hikmah Penting untukmu (2)

Hikmah ke-11
Seandainya ilmu tanpa amal itu bermanfaat, Allah tidak akan mencela pendeta-pendeta Ahlul Kitab. Dan apabila amal tanpa ikhlas bermanfaat, tidak akan dicela orang-orang munafik.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)

Hikmah ke-12
Cekal sejak Awal!
Tepislah sesuatu yang melintas dalam benak! Apabila kamu tidak menghalaunya, ia akan menjadi pikiran.
Usirlah pikiran itu! Jika kamu tidak melakukannya , ia akan menjadi syahwat.
Maka perangilah syahwat itu! Seandainya kamu tidak menangkalnya, ia akan menjadi tekad dan keinginan. Apabila kamu tidak melawannya, ia menjadi perbuatan.
Lalu, jikalau kamu tidak menyelamatkan diri dengan melawannya, ia akan menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk kamu meninggalkannya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)


Hikmah ke-13
Mintalah kepada Allah semata
Ketika Adam – ‘alaihissalam – mencari keabadian di dalam surga dari sisi pohon (terlarang), ia malah dikeluarkan darinya.
Ketika Yusuf –‘alaihissalam – meminta jalan keluar dari penjara melalui temannya yang melihat mimpi, ia semakin lama tinggal di dalamnya selama beberapa tahun.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 59)

Hikmah ke-14
Jalan menuju Allah itu tidak dihuni orang-orang yang ragu dan mengikuti syahwat. Bahkan jalan itu ditempati orang-orang yang yakin dan sabar dan mereka di atas jalan tersebut tidak ubahnya rambu-rambu penunjuk arah.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ ﴿٢٤﴾
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. Q.S. As-Sajdah: 24.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 82)
Hikmah ke-15
Siapa yang berhadats sebelum mengucapkan salam, batal apa yang telah lewat dari shalatnya.
Siapa yang berbuka sebelum matahari tenggelam, puasanya hilang sia-sia.
Siapa yang berbuat jelek di akhir hidupnya, ia menghadap Rabbnya dengan bentuk yang demikian itu.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 92)

Hikmah ke-16
Ats-Tsauriy berkata kepada Ibnu Abi Dzi’b,” Jika kamu bertakwa kepada Allah, manusia akan mencukupkanmu. Apabila kamu bertakwa kepada manusia, mereka tidak akan mencukupimu dari Allah sedikit pun.”
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 81)

Hikmah ke-17
Sulaiman bin Daud berkata,”Kami telah diberi dengan sesuatu yang diberikan kepada manusia dan yang tidak diberikan kepada mereka. kami telah diajarkan sesuatu yang diketahui manusia dan yang tidak mereka ketahui.  Lalu, kami tidak menemui sesuatu yang lebih utama daripada takwa kepada Allah di saat sendiri dan ketika terlihat manusia, adil ketika marah dan ridha, dan pertengahan dalam hal kemiskinan dan kekayaan.”
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 81)

Hikmah ke-18
Beramal tanpa ikhlas dan meneladani Rasulullah ibarat musafir yang mengisi kantong perbekalannya dengan pasir, membebaninya dan tidak memberi manfaat kepadanya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 74)

Hikmah ke-19
Target itu letaknya pertama di dalam takdir terakhir dalam wujud, permulaan dalam pandangan akal dan penghabisan dalam pencapaian.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 74)
Hikmah ke-20
Sebagian ulama berkata,”Apabila Iblis telah mencengkeram anak Adam dengan tiga perkara, ia tidak akan mencari yang lainnya:
1.       Jika manusia itu terkagum-kagum(‘ujub) kepada dirinya sendiri.
2.       Ia menganggap amalannya telah banyak.
3.       Ia lupa akan dosa-dosanya.”
(Abdul ’Aziz As-Salman, Iyqaazhu Ulil Himamil ‘Aliyyah, hal. 20)

18/04/12

Sepuluh Hikmah Penting untukmu

Hikmah  ke-1
Siapa yang mengenali dirinya, ia pasti sibuk memperbaiki dirinya dan lalai dari aib-aib manusia. Dan siapa yang mengenal Rabbnya, ia sibuk dengan-Nya dan lupa akan hawa nafsunya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 85)

Hikmah ke-2
Seberapa banyak hikmah dari ditakdirkannya seorang hamba berbuat dosa. Seberapa besar terkandung kebaikan dan rahmat bagi hamba tersebut ketika bertaubat darinya.
Taubat dari suatu dosa laksana meminum obat bagi orang sakit. Terkadang suatu penyakit itu sebab untuk datangnya kesembuhan.
Terkadang teguran untukmu baik akibatnya,
Dan mungkin sehatnya jasad dikarenakan penyakit.
Seandainya tidak ada ketentuan dosa, bani Adam(manusia) pasti binasa karena sombong(karena merasa tak berdosa).
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 96)

Hikmah ke-3
Siapa yang menghendaki hatinya bersih, maka hendaknya ia mengutamakan Allah dari syahwatnya.
Hati yang terikat dengan syahwat dihalangi dari Allah sesuai kadar keterikatannya dengan syahwat tersebut.
Hati adalah bejana Allah di muka bumi. Dan yang paling dicintai-Nya adalah yang paling belas kasih, kuat, dan paling bersih.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 131)

Hikmah ke-4
Siapa yang menempatkan hatinya di sisi Rabbnya, ia akan tenang dan tenteram. Dan siapa yang mengutus hatinya pada manusia, ia akan guncang dan menguat keresahannya.
kecintaan kepada Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang mencintai dunia kecuali seumpamanya onta masuk  ke dalam lubang jarum (yaitu: mustahil, pen).
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 131)

Hikmah ke-5
Jika Allah ingin kebaikan kepada seorang hamba, Dia menjadikannya mengakui perbuatan dosanya dan tidak melihat dosa orang lain. Ia dermawan dengan apa yang ia miliki dan zuhud terhadap milik orang lain serta bersabar atas gangguan.
Dan apabila Allah menghendaki kejelekan kepadanya, Dia balikkan itu semua atasnya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 133)

Hikmah ke-6
Pilar-pilar kekafiran(al-kufr) ada empat: sombong (al-kibr), dengki(al-hasad), marah(al-gadhab), dan syahwat.
Sombong mencegah dari ketundukan(al-inqiyad). Dengki merintangi dari menerima dan melaksanakan nasehat. Marah menangkal keadilan. Syahwat melarang dari meluangkan waktu untuk ibadah.
Jika tiang kesombongan roboh maka mudah atasnya untuk tunduk. Apabila runtuh pilar hasad, tidak sulit baginya untuk menerima dan mengamalkan nasehat. Jika jatuh tonggak kemarahan, pasti mudah untuknya berbuat adil dan rendah hati(tawadhu’). Dan kalau tumbang sendi syahwat, tidak berat untuknya berperilaku sabar, menjaga kehormatan, dan beribadah.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 196)

Hikmah ke-7
Manusia yang paling bermanfaat bagimu adalah seseorang yang menempatkanmu di dalam dirinya sehingga kamu menanam kebaikan di dalamnya atau kamu berbuat baik kepadanya. Sesungguhnya orang ini senikmat-nikmat penolong untuk kemanfaatan dan kesempurnaanmu.
Dan sejelek-jelek manusia untukmu adalah yang menguatkan dirinya atasmu sehingga kamu bermaksiat kepada Allah karenanya. Sesungguhnya dia penolong kepada kejelekan dan kehinaanmu.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 233)

Hikmah ke-8
Laba terbesar di dunia adalah Anda menyibukkan diri di setiap waktu dengan sesuatu yang lebih utama dan lebih bermanfaat baginya di tempat kembalinya(yakni: di akhirat, pen.)
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)

Hikmah ke-9
Kehilangan waktu lebih dahsyat dari maut. Karena, lenyapnya waktu akan memutusmu dari Allah dan negeri Akhirat sedangkan maut memotongmu dari dunia dan penghuninya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)

Hikmah ke-10
Makhluk itu, jika kamu takut kepadanya, kamu merasa tidak tenang dan menghindar darinya.
Adapun Rabb Yang Maha Tinggi, apabila kamu takut kepada-Nya, kamu merasa akrab dan mendekat kepada-Nya.
(Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 58)





13/04/12

Empat Langkah Menuju Kebinasaan

A
sy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad As-Salman – semoga Allah merahmatinya –berkata,“Empat amalan yang pasti memenggal leher seseorang, berlindunglah darinya!
Pertama: kekufuran dan dia ada dua macam:
·         Pertama: Kufur syak yaitu kufur karena keraguan.
·         Kedua: kufur karena benci, enggan, dan sombong.
Dan ini musibah yang paling besar sebab seorang yang ragu mungkin untuk beriman setelah datang keyakinan. Adapun seorang yang kufur karena benci, maka ia kufur kepada Sang Pencipta alam semesta di atas keyakinan ilmu.
Kedua: bidah dan dia juga dua macam: bid’ah yang mengafirkan dan bid’ah yang menyesatkan pelakunya.
Siapa yang selamat dari keduanya, maka Islamnya telah selamat untuknya. Dan siapa yang tertimpa salah satunya, maka ia telah menyimpang dari jalan Islam atau tersesat dari jalur keselamatan.
Ketiga : lalai dari mengingat Allah. Sesungguhnya kemaksiatan itu lebih cepat menimpa hati daripada tergelincirnya batu ke tempat yang rendah.
Keempat: cinta dunia apabila hati telah dikuasai olehnya. Seandainya ia seorang ahli ibadah, badannya sibuk dengan ibadah namun hatinya di lembah-lembah dunia. Kamu lihat ia seumur hidupnya mendekatkan diri kepada Allah dengan anggota tubuhnya sedangkan hatinya jauh dari itu.
(Iyqaazhu Ulil Himmatil ‘Aliyyah, Abdul-Aziz As-Salman, hal. 271 – 272)

25/03/12

Lima Sifat Orang Jahil

Asy-syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad as-Salman -  semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Lima perilaku yang dengannya seseorang diketahui kejahilannya:
1.       Marah dalam sesuatu perkara yang tidak ada apa-apa padanya.
2.       Percaya kepada setiap orang.
3.       Berbicara dalam  sesuatu hal yang tidak bermanfaat.
4.       Memberi nasehat yang tidak sesuai keadaan.
5.       Tidak mengenal siapa yang musuh atau temannya.”
(Iyqazhu Ulil himamil ‘Aliyah ilaa Ightinaamil Ayyaamil Khaliyyah, Syaikh Abdul ‘Aziz As-Salam, hal. 127.)

Dua Sebab Mengambil Sesuatu yang Diharamkan

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Tidaklah seorang hamba mengambil sesuatu yang diharamkan atasnya kecuali karena dua hal:
Pertama: ia berprasangka buruk kepada Rabbnya, bahwa apabila ia menaati dan mengedepankan-Nya, Dia tidak akan memberinya sesuatu yang halal yang lebih baik darinya (yang haram).
Kedua: ia mengetahui tentang (haramnya) itu, dan bahwa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan menggantikan yang lebih baik untuknya. Namun:
·         Syahwatnya mengalahkan kesabarannya(dari menjauhi keharaman).
·         Hawa nafsunya menaklukkan akalnya.
Maka, yang pertama disebabkan ilmunya yang lemah. Dan yang kedua, dikarenakan kelemahan akal dan pandangannya.
(Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 71 – 72)

16/03/12

Tiga Jalan Menuju Neraka – kita berlindung kepada Allah darinya –

Manusia masuk ke dalam neraka melalui tiga pintu:
1.       Pintu syubhat(kesamaran), yang mewariskan keraguan pada agama Allah.
2.       Pintu syahwat, yang mewariskan pengedepanan hawa nafsu di atas menaati-Nya dan apa-apa yang diridhai-Nya.
3.       Pintu gadhab(kemarahan), yang mewariskan permusuhan kepada makhluk-makhluk-Nya.
(Al-Fawaaid, Ibnul Qayyim, hal. 85)

21/02/12

Tiga Menu Lezat, Pilih yang mana?!

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-sa’dy – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Kelezatan dunia itu ada tiga macam:
Pertama: Kelezatan yang berakibat kepedihan yang lebih besar atau luput kelezatan yang lebih besar darinya.
Dan ini adalah kelezatan dari para pelaku maksiat lagi lalai yang berbeda-beda tingkatan mereka. Dan mereka  itu yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُم بِهَا ﴿٢٠﴾
"Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya ".  Q.S. Al-Ahqaaf: 20.
Yang kedua: kelezatan yang tidak mengakibatkan kepedihan yang lebih besar dan tidak menghilangkan kelezatan yang lebih besar darinya.
Dan ini adalah kelezatan  bersifat mubah dari orang-orang yang lalai yang mereka tidak menjadikannya media penolong untuk kebaikan dan dan tidak untuk menegakkan yang wajib. Juga, tidak untuk menahan dari bermaksiat kepada Allah.
Ketiga: kelezatan yang seorang hamba diberi pahala dengannya.
Dan ini kelezatan (yang diambil) orang-orang khusus dari kalangan  mukminin yang mereka bersenang-senang dengannya dalam bentuk:
-          Menegakkkan apa yang wajib atas jiwanya,
-          Menjadikannya media untuk menolongnya dalam menaati Allah.
-          Dan menahan dari memaksiati Allah dengannya.
Dan dengan tujuan-tujuan yang mulia ini, ia (kelezatan itu) menjadi bagian dari ketaatan, yang Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda tentangnya:
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
Sungguh Allah benar-benar ridha kepada hamba yang memakan satu suapan, lalu ia memuji-Nya atasnya(rezeki makanan itu). Atau ia meminum satu tegukan, lalu ia memuji-Nya atasnya. (Hadits Anas - radhiallahu 'anhu, riwayat Muslim)

Dan Beliau – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
((وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ )) قالوا : يَا رسولَ اللهِ ، أيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أجْرٌ ؟ قَالَ : (( أرَأيتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرامٍ أَكَانَ عَلَيهِ وِزرٌ ؟ فكذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا في الحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ ))
((Dan dalam persetubuhan (dengan isteri) kalian terdapat sedekah.))
Mereka (para shahabat) bertanya:
“Wahai, Rasulullah?! Apakah salah seorang dari  kami mendatangi syahwatnya dan ia mendapatkan pahala?
Beliau – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
((Kabarkanlah kepadaku seandainya ia meletakkannya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian pula jika ia meletakkannya pada yang halal, ia akan mendapat pahala.))
(Hadits Abu Dzar, riwayat Muslim.)
Beliau – shalallahu ‘alaihi wasallam – menjelaskan dalam hadits ini, bahwa bersenang-senang dengan syahwat ini dalam bentuk memuji Allah, mengakui keutamaan-Nya, dan bermaksud menahan dari keharaman dengannya, akan mendapat pahala dan ganjaran di sisi Allah.
Dan hanya kepada Allah semata diberikan segala pujian atas karunia-Nya.
( Majmu’ul Fawaid wa Iqtinaadhul Awaabid, As-Sa’dy, hal. 234 – 236)


20/02/12

Pedih Sedikit demi Nikmat yang Sangat Lezat


Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Kelezatan secara zatnya dicari oleh setiap insan dan seluruh makhluk hidup. Ia tidak tercela dari sisi kelezatannya.
Namun, tidak lain ia tercela dan meninggalkannya lebih baik dan lebih bermanfaat daripada mengambilnya jika:
1.       (Dengan mengambilnya) menjadikan ia kehilangan kelezatan yang lebih besar dan lebih sempurna daripadanya.
2.       Atau (dengan mengambil kelezatan itu) akan mengakibatkan rasa pedih yang lebih besar daripada kepedihan luputnya(kelezatan itu darinya).
Di sini, akan terlihat perbedaan antara orang berakal lagi cerdas dengan orang dungu lagi bodoh.
Maka, kapan akal itu mengetahui tingkatan antara dua kelezatan dan dua kepedihan dan bahwa tidak mungkin dibandingkan antara satu dengan yang lainnya, pasti akan mudah baginya untuk meninggalkan kelezatan yang rendah demi mendapat yang tertinggi. Dan akan lebih mudah untuk menanggung kepedihan yang paling ringan untuk berlindung dari kepedihan yang paling berat.
Jika kaedah ini telah menetap (dalam diri seseorang), maka (ketahuilah) kelezatan akhirat itu lebih besar dan langgeng sedangkan kelezatan dunia itu lebih sedikit dan singkat. Demikian  juga kepedihan akhirat dan kepedihan dunia.
Dan yang menolong untuk (mampu membedakan antara dua kelezatan dan dua kepedihan) itu dengan iman dan yakin.
Jika keimanan dan keyakinan telah kuat, dia akan lebih mementingkan kelezatan yang lebih tinggi (di akhirat) daripada yang lebih rendah (di dunia) dan menahan kepedihan yang lebih mudah (di dunia) daripada yang lebih sulit (di akhirat).
Dan Allah semata tempat memohon pertolongan.
(Al-Fawaid, faedah ke 135, hal. 234)

16/02/12

Jenis-jenis Pemboikotan terhadap Al-Qur’an

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Hajr/ pemboikotan terhadap Al-Qur’an itu ada beberapa jenis:
Pertama: Menjauhi dari mendengarkannya, beriman dengannya, dan condong kepadanya.
Kedua:  Meninggalkan dari mengamalkannya dan mengambil posisi pada apa yang ia halalkan dan haramkan, walaupun ia membaca dan beriman dengannya.
Ketiga: mengacuhkan dari penghakiman dan mengambil hukum darinya dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya serta meyakini bahwa ia tidak memberikan faedah (di atas) keyakinan (hanya persangkaan) dan dalil-dalilnya itu hanya lafazh  yang tidak menghasilkan ilmu.
Keempat: menjauhi dari tadabbur (merenungi maknanya), memahami, dan mengenal apa yang dikehendaki Sang Pemilik Kalam darinya.
Kelima: memboikot dari mengambil kesembuhan dan mengobati seluruh penyakit hati dan perusaknya. Sehingga, ia mengambil selainnya sebagai obat penyakitnya dan meninggalkan berobat dengannya.
Ini seluruhnya termasuk dalam firman Allah Ta’ala:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً ﴿٣٠﴾
Berkatalah Rasul: "Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". Q.S. Al-Furqaan: 30.
Walaupun, sebagian dari pemboikotan itu lebih ringan (jenisnya) dari yang lain.
(Al-Fawaid, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, hal. 113)

11/02/12

Raihlah Kecukupan dan Kepuasan dari Al-Qur’an dan Sunnah

Allah Ta’ala berfirman:
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى ﴿٥١﴾
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Q.S. Al-Ankabuut: 51.
Al-Imam Ibnul Qayyim – rahimahullah – berkata:
“Maka, siapa yang Al-Qur’an tidak menyembuhkannya maka Allah pasti tidak memberi kesembuhan kepadanya. Dan siapa yang ia (Al-Qur’an) tidak mencukupkannya, maka Allah pasti tidak memberi kecukupan kepadanya.
Abu Ibrahim (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushaby al-Yamani) berkata:
“Dan siapa yang Al-Qur’an dan sunnah tidak mencukupinya, maka Allah pasti tidak memberi kecukupan, dan siapa yang tidak qana’ah(terpuaskan) dengan Al-Qur’an dan sunnah, maka Allah pasti tidak memberi kepuasan kepadanya.”
(Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushabi , hal. 181)
Saudaraku muslim – muslimah...
Siapa yang mencari kepuasan dan kecukupan dengan akal dan hawa nafsunya, maka ia laksana  seorang musafir yang kehausan, lalu meminum air dari lautan. Itu tidak menghilangkan hausnya kecuali sesaat. Bahkan, setelah itu ia akan merasakan kehausan yang lebih dahsyat.
Maka, reguklah nikmat mata air ilmu dari Al-Qur’an dan Sunnah yang akan membasahi raga dan batinmu.
Di dunia, keduanya akan menyehatkan hatimu, menjaga jasadmu dari perbuatan hina, dan akan mendorongnya untuk berbekal amalan shalih menuju surga-Nya.
Di akhirat, kelak bagi yang beramal dengan keduanya di dunia, maka akan memberatkan timbangan kebaikannya dan melindunginya dari jilatan api neraka yang menyala-nyala.
و الله تعالى أعلم بالصواب.








29/01/12

Seseorang Bersama yang Ia Cintai

Dari Abu Musa a’-Asy’ariy – semoga Allah meridhainya – beliau berkata: “Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
(( المَرْءُ مَعَ مَنْ أحَبَّ ))
Seseorang bersama orang yang ia cintai (di Akhirat). H.R. Bukhari dan Muslim.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sady – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Hadits ini (terkandung) di dalamnya:
Anjuran untuk menguatkan kecintaan kepada para rasul dan mengikuti mereka sesuai dengan tingkatan mereka.
Dan (terkandung) peringatan dari mencintai musuh mereka, sebab sesungguhnya cinta itu menunjukkan ikatan yang kuat antara yang mencintai dengan yang dicintai, kecocokan dengan akhlaknya, dan meneladaninya. Sehingga ia(cinta) itu menjadi tanda adanya (hal tersebut) itu dan juga pemantik untuk (tejadinya) hal itu.
Dan begitu pula, siapa yang mencintai (sesuatu) karena Allah Ta’ala, maka kecintaannya itu sendiri adalah termasuk hal yang mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Karena, sesungguhnya Allah Maha Bersyukur, akan memberi kepada seorang yang mendekatkan diri (kepada-Nya) dengan suatu yang lebih besar – berlipat ganda – berdasarkan (tingkatan) usahanya.
Dan termasuk rasa syukur-Nya Ta’ala(kepada hamba yang mendekatkan diri kepada-Nya): mengikutkannya dengan orang yang ia cintai walau sedikit amalannya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم
مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً ﴿٦٩﴾
Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Q.S. An-Nisaa’: 69.
Oleh sebab ini, Anas (bin Malik) berkata:
“Tidaklah kami bergembira seperti kegembiraan dengan sabda Beliau: “Seseorang bersama dengan yang ia cintai (pada hari Kiamat).”
Dia (Anas) berkata: “Maka, aku mencintai Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakr, dan Umar. Dan aku berharap semoga aku bersama mereka (di akhirat).”
Dan Allah Ta’ala berfirman:
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ﴿٢٣﴾
 (yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya. Q.S. Ar-Ra’d: 23.
Dan Allah Subhanahu berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ﴿٢١﴾
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Q.S. Ath-Thuur: 21.
Dan ini sesuatu yang kasat mata lagi teruji, jika seorang hamba mencintai pelaku kebaikan, kamu melihatnya bergabung dengan mereka, bersemangat untuk menjadi semisal mereka.
Dan jika mencintai ahli kejelekan, ia pasti bergabung bersama mereka dan melakukan amalan sesuai amalan mereka.
Dan Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
«المَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ ، فَلْيَنْظُرْ أحَدُكُم مَنْ يُخَالِلْ»
Seseorang di atas agama teman dekatnya, maka lihatlah kepada siapa kalian berteman!
( H.R. Abu Daud, dan dishahihkankan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil)
Dan sabdanya:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ يَبِيْعَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً
وَ مَثَلُ الْجَلِيسِ السَّوْءِ كَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
Dan permisalan teman duduk yang baik seperti penjual minyak wangi, baik ia akan memberimu (minyak wangi) atau menjualnya kepadamu, atau kamu mendapati aroma yang harum darinya.
Dan permisalan teman duduk yang jelek seperti pandai besi, baik ia akan membakar bajumu atau kamu mendapati bau busuk darinya.  
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan jika ini terjadi dalam kecintaan antara makhluk satu dengan lainnya, lalu bagaimana dengan seseorang yang mencintai Allah dan mengedepankan kecintaan kepada-Nya di atas segala sesuatu?
Maka, ia benar-benar bersama Allah dan mendapatkan kedekatan yang sempurna dari-Nya, yaitu kedekatan al-muhibbin(para pecinta Allah) dan Allah senantiasa bersamanya, sebab:
إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ﴿١٢٨﴾
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Q.S. An-Nahl: 128.
Dan jenis kebaikan yang tertinggi adalah mencintai Yang Maha Pemurah Maha Dermawan lagi Maha Penyayang, dengan kecintaan yang diiringi ma’rifah  (pengetahuan) tentang-Nya.
Maka, kita memohon kepada Allah untuk ia memberi rezeki kecintaan kepada-Nya, mencintai amalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi lagi Maha Dermawan.
Dan dengan (pertolongan) Allah semata datangnya taufik.”
(Bahjaatu Quluubil Abraar, As-Sa’dy, hal. 147 -148)

14/01/12

Merdeka atau Diperbudak?

Apa hukum perkataan seseorang “Saya bebas merdeka”?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Jika orang yang berkata itu seorang yang merdeka dan ia memaksudkan bahwa ia bebas dari perbudakan/ hamba sahaya, maka ya (benar) dia bebas dari perbudakan makhluk.
Adapun jika yang ia inginkan bahwa ia merdeka dari ‘ubudiyah (penghambaan) kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka benar-benar jelek pemahamannya tentang makna penghambaan dan tidak mengetahui makna kebebasan.
 Sebab, penghambaan kepada selain Allah itulah perbudakan.
Adapun penghambaan seseorang kepada Rabbnya ‘Azza wa Jalla itulah kebebasan.
Hingga,  sesungguhnya jika ia tidak menghinakan diri kepada Allah, pasti ia menghinakan diri kepada selain-Nya.
Sehingga, disini ia telah memperdaya  dirinya sendiri jika berkata: saya merdeka. Yaitu : ia bebas dari ketaatan kepada Allah dan tidak menegakkan(ketaatan kepadanya).”

Dan asy-Syaikh –semoga Allah merahmatinya – ditanya tentang ucapan seorang pelaku maksiat yang ketika diingkari perbuatannya berkata, “Saya bebas dalam segala perilaku saya?
Beliau menjawab:
“Ini tidak benar. Kita katakan,” Kamu tidak bebas dalam bermaksiat kepada Allah.
Bahkan jika kamu memaksiati Rabbmu, maka kamu telah keluar dari kemerdekaan – yang  engkau sedang mengaku-akunya – di dalam penghambaan kepada Allah menuju perbudakan kepada syaithan dan hawa nafsu.”
(Al-Manahiy al-Lafzhiyyah, Al-Utsaimin, hal. 117)

17/12/11

Sepuluh Kesia-siaan

Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah – semoga Allah merahmatinya – berkata :

“Sepuluh perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat:

1.       Ilmu yang tidak diamalkan.

2.       Amalan yang tidak ada ikhlash dan pengikutan(Rasulullah) di dalamnya.

3.       Harta yang tidak diinfakkan, maka ia tidak bersenang-senang dengan seluruh hartanya di dunia dan tidak didatangkan padanya di akhirat.

4.       Hati yang kosong dari mencintai, merindukan, dan keramahan kepada Allah.

5.       Raga yang menolak menaati dan melayani/ membantu-Nya.

6.       Rasa cinta yang tidak terkait dengan keridhaan yang dicintai (Allah, pen.) dan tidak mengikuti perintah-perintah-Nya.

7.       Waktu  yang tidak memperbaiki kelalaian atau memanfaatkan kesempatan (berbuat) kebajikan dan mendekatkan diri (kepada Allah).

8.       Pikiran yang berputar-putar pada sesuatu yang tidak berfaedah.

9.       Bantuan/ pelayanan kepada seseorang – yang bantuan/ layananmu kepadanya itu – tidak mendekatkanmu kepada Allah.

Tidak  kembali kepadamu (dengan melayaninya) kebaikan duniamu, rasa takut dan pengharapanmu kepada seseorang yang ubun-ubunnya di tangan Allah.

Dan dia adalah tawanan dalam genggaman-Nya.

Dan ia tidak memiliki atas dirinya kejelekan dan manfaat, tidak (menguasai) hidup, mati, dan tempat kembali = usaha yang sia-sia.

10.   Kesia-siaan yang paling besar pada dua hal yang keduanya landasan bagi setiap kesia-siaan: Kesia-siaan hati dan waktu.

Kesia-siaan hati berasal dari mementingkan dunia di atas akhirat.

Kesia-siaan waktu muncul dari angan-angan yang panjang.

Kerusakan seluruhnya telah terkumpul di dalam pengikutan hawa nafsu dan angan-angan yang panjang.

Dan kebaikan seluruhnya terdapat di dalam pengikutan hidayah(petunjuk Allah dan Rasul-Nya) dan persiapan untuk bertemu (Allah).

Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan.



(Al-Fawaaid, Ibnul Qayyim, hal. 147)


12/12/11

Rezeki yang Halal dan Baik

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾ إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿١٦٩﴾

168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

169. Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.Q.S. Al-Baqarah: 168 - 169.

Saudaraku muslim –semoga Allah senantiasa menjagamu-….

Ayat yang mulia ini memberikan faedah dan hikmah yang penting, diantaranya:

1.       Allah memerintahkan kepada seluruh manusia, mukmin ataupun kafir, untuk memakan makanan yang halal dan thayyib ( baik).

Makanan yang halal yaitu:

-           yang boleh bagi mereka untuk mengambilnya, bukan dari hasil mencuri atau yang semisalnya.

-          atau bukan dari muamalah yang diharamkan, seperti hasil dari jual-beli ribawy.

-          Atau bukan dari muamalah dalam bentuk yang diharamkan, seperti hasil penipuan.

-          Atau bukan dari jenis yang diharamkan secara zatnya seperti hewan buas.

Oleh karenanya, keharaman itu ada dua(2):

-          Keharaman secara zatnya.

-          Keharaman yang disebabkan cara memperolehnya yang melanggar hak Allah atau hak manusia.

Makanan yang thayyib/ baik yaitu : bukan berasal dari sesuatu yang khabits/ jelek seperti bangkai, darah, daging babi, dan yang lainnya.

2.       Ayat ini termasuk dari dalil untuk kaedah “Hukum asal  dari segala sesuatu adalah mubah untuk dimakan dan dimanfaatkan kecuali yang dalil-dalil menunjukkan keharamannya.”



3.       Terkandung dalam ayat ini: makan dengan kadar yang cukup untuk menegakkan badan hukumnya wajib dan berdosa meninggalkannya. Sebab, Allah memerintahkan manusia untuk makan demi kebaikan mereka dan jasad mereka. Adapun berapa kadarnya maka itu relatif, yang tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lain. Namun, ukurannya adalah cukup untuk menegakkan badannya.


4.       Allah melarang manusia dari mengikuti langkah-langkah syaithan dalam mencari rezeki. Karena, syaithan selalu menyeru kepada perbuatan jahat dan keji yang akan berakibat buruk bagi manusia yang mengikutinya di dunia dan akhirat.

Akibat buruk di dunia diantaranya: dijauhkan dari terkabulnya doa, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ :

{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }

وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ ثُمَّ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

"Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkan kepada para rasul. Allah berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }

Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S. Al-Mukminuun : 51. 

Dan Allah Ta’ala berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu. Q.S. Al-Baqarah: 172.



Dan disebutkan seseorang yang dalam perjalanan panjang, yang kusut dan berdebu, lalu ia menengadahkan tangannya ke langit (berdoa) “Wahai Rabbku, wahai Rabbku” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, dan diberi makan dengan yang haram maka bagaimana akan dikabulkan (doa orang yang sifatnya seperti) itu. H.R. Muslim



5.       Termasuk dari langkah-langkah syaithan adalah menyeru manusia untuk berkata terhadap Allah tanpa ilmu. Misal : menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ ﴿١١٦﴾

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. Q.S. An-Nahl: 116.



Dan Allah Ta’ala berfirman : 

إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ ﴿١١٦﴾

Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. Q.S. An-Nahl: 116.



6.       Dan ketahuilah wahai saudaraku muslim – semoga Allah selalu melindungimu- bahwa berkata terhadap Allah tanpa ilmu adalah jenis keharaman yang terbesar. Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٣٣﴾

Katakanlah: "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". Q.S. Al-A’raaf: 33.



Al-Imam Ibnul Qayyim –semoga Allah merahmatinya- berkata: “Allah – yang Maha Suci Dia – menyebutkan empat yang diharamkan, dimulai dengan yang paling ringan lalu yang lebih berat, demikian seterusnya sampai mengakhirinya dengan keharaman paling besar dan paling berat yaitu perkataan terhadap-Nya dengan tanpa ilmu.”

(Badai’ut Tafsir, 2/ 208)



7.       Selayaknya bagi seorang mukmin, yang Allah beri taufik dan hidayah, untuk makan dari sesuatu yang halal dan baik. Dan hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿١٧٢﴾

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Q.S. Al- Baqarah: 172.
 

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah-  menjelaskan makna ayat ini: “Sesungguhnya peribadahan kalian kepada Allah menuntut kalian untuk bersyukur kepada-Nya bahkan ibadah kalian kepada-Nya adalah syukur itu sendiri.

Lalu, jika kalian adalah orang-orang yang selalu mengibadahi-Nya, termasuk dalam jumlah yang mengibadahi-Nya, maka makanlah dari rezeki-Nya (yang baik) dan bersyukurlah atas nikmat-nikmat-Nya.”

و الله تعالى أعلم بالصواب
(Taisirul Karimir Rahman, Badai’ul Fawaid, Nailul Maram min Tafsir Ayaatil Ahkaam) 

11/12/11

Dua Tempat Berdiri di Hadapan Allah

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah merahmatinya – berkata:

“ Seorang hamba memiliki dua tempat berdiri di hadapan Allah :

-          Berdiri di hadapan-Nya ketika shalat.

-          Berdiri di hadapan-Nya pada hari pertemuan dengan-Nya(hari kiamat).

Maka, siapa yang berdiri dengan sebenar-benarnya di tempat yang pertama(shalat), pasti dimudahkan atasnya tempat berdiri yang terakhir.

Dan siapa yang meremehkan tempat berdiri ini(shalat) dan tidak memenuhi haknya, pasti akan dipersulit atasnya tempat berdiri yang itu(di hari kiamat).

Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلاً طَوِيلاً ﴿٢٦﴾

 إِنَّ هَؤُلاَء يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءهُمْ يَوْماً ثَقِيلاً ﴿٢٧﴾

026. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.

027. Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). Q.S. Al-Insaan: 26 – 27.

(Al-Fawaaid, hal. 242 – 243)

16/11/11

Derajat Setiap Orang Sesuai Amalannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١٩﴾

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan,
 dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) amalan-amalan mereka sedang mereka tiada dirugikan/ dizhalimi. Q.S. Al-Ahqaaf: 19

 Faedah-faedah penting dari ayat mulia ini diantaranya:

1.            Bagi setiap orang –termasuk jin- mendapat balasan sesuai jenis amalannya. Jika baik akan dibalas dengan kebaikan. Apabila jelek maka mendapat kejelekan.

2.            Pelaku kebaikan antara satu dengan lainnya berbeda tingkatannya. Sebagaimana pelaku amalan kejelekan demikian pula. Masing-masing mendapatkan kedudukan dan derajat berdasar sedikit banyak amalan kebaikan atau kejelekannya.

3.            Surga seluruhnya kenikmatan dan tingkatannya berjenjang ke atas. Semakin tinggi tingkatannya semakin besar nikmat bagi penghuninya.

4.            Neraka seluruhnya adab –wal’iyadzubillah - dan tingkatannya ke bawah. Semakin ke bawah derajatnya semakin pedih adzab bagi penghuninya.

5.            Allah itu Maha Adil, akan membalas setiap orang pada hari kiamat sesuai apa yang dahulu mereka lakukan di dunia. Dia tidak akan menambah kejelekan dan tidak mengurangi kebaikan mereka sedikit pun.

6.            Allah tidak lalai sedikit pun dari segala perbuatan hamba-hamba-Nya.

7.            Allah itu Maha Kaya dan Maha Mulia tidak butuh kepada ketaatan/ perbuatan baik manusia bahkan setiap insan butuh beramal shalih dan menaati-Nya untuk kebaikan bagi mereka sendiri nantinya. Dan Allah tidak terkurangi kemuliaannya dengan kemaksiatan yang dilakukan hamba-Nya, bahkan setiap orang yang harus berjuang memuliakan dirinya di sisi Allah dengan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya untuk berlindung dari adzab-Nya yang amat pedih.

8.            Ayat-ayat lain yang semisal ayat ini diantaranya:

هُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ اللّهِ واللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ﴿١٦٣﴾

Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.  Q.S. Ali Imraan: 163

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُواْ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٣٢﴾

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Q.S. Al-an’aam: 132.

Rujukan :

·          Taisirul Karimir Rahman As-Sa’dy,

·         Tafsir Ath-Thabary

·         Tafsir Ibnu Katsir

·         Fathul Qodir Asy-Syaukani

·         Tafsir Al-Baghowy

·         Al-Jami li Ahkamil Qur’an Al-Qurthuby
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes