An-Nisa' : 1
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan darinya Allah ciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah perkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim."

An-Nisa' : 65
"Dan tidak patutlah bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum), masih akan ada bagi mereka pilihan hukum (yang lain) tentang urusan mereka, dan barang siapa mendurhakai (hukum) Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata."

An-Nisa' : 59
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

An-Nur : 55
"Sungguh Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kalian yang mengerjakan amal sholih, bahwa sungguh Dia akan menjadikan mereka penguasa di muka bumi, sebagaimana Allah telah menjadikan orang-rang yang sebelumnya berkuasa, dan sungguh Allah akan mengokohkan agama mereka yang telah diridhoi-Nya untuk mereka , dan Allah akan menukar (keadaan) mereka setelah mereka dahulu dalam keadaan ketakutan menjadi aman sentausa ......"

Al-Maidah : 48
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, maka putuskanlah perkara mereka menurut ketentuan hukum yang diturunkan oleh Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (syariat) yang telah datang kepadamu."

13/06/12
Takut kepada Jin, Normal atau Syirik?
26/04/12
Sumber Rujukan Akidah dan Metode Salaf dalam Penukilannya
25/03/12
Menggantungkan Ayat Kursi untuk Mencari Barakah dan Berlindung dari Syaithan?
Apakah boleh bagi seorang muslim untuk menggantungkan ayat kursi atau ayat-ayat lainnya atau doa-doa di lehernya atau di rumahnya atau mobilnya atau kantornya, untuk mencari barakah dan meyakini bahwa itu adalah alat/ media pengusir syaithan?
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan – semoga Allah merahmatinya - :
"Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menggantungkan ayat kursi atau ayat-ayat Al-Qur'an lainnya atau dzikir-dzikir syar'i di lehernya untuk berlindung dari kejahatan syaithan atau mengharap kesembuhan dari suatu penyakit dengannya.
Ini pendapat yang paling shahih dari dua pendapat(dalam permasalahan ini), sebab Nabi – shalallahu 'alaihi wasallam – melarang dari menggantungkan tamimah(jimat), dan ini termasuk jenisnya.
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab – semoga Allah merahmatinya – dalam kitab at-Tauhid berkata:
"Tamimah adalah sesuatu yang digantungkan/ diikatkan kepada anak-anak untuk melindungi mereka dari 'ain (pandangan orang hasad)."
Dari Ibnu Mas'ud – semoga Allah meridhainya – ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah – shalallahu 'alaihi wasallam bersabda - :
"Sesungguhnya ruqyah(yang tidak syar'i), tamimah, dan tiwalah adalah kesyirikan." H.R. Ahmad, Abu Daud, dan dishahihkan al-Hakim serta adz-Dzahabi menyepakatinya.
Sehingga, menggantungkan ayat-ayat di lehernya atau di bagian badan lainnya itu tidak boleh, berdasarkan pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama, disebabkan keumuman larangan menggantungkan tamimah(jimat). Dan perbuatan ini termasuk dari jenisnya. Dan juga menutup celah yang mengantarkan untuk digantungkan sesuatu selain Al-Qur'an, memalingkan dari merendahkan dan tidak menghormatinya.
Adapun menggantungkan ayat-ayat di selain badan seperti mobil atau dinding rumah atau kantor untuk mencari barakah dan mengusir syaithan, maka yang seperti ini, saya tidak mengetahui ada yang membolehkannya. Karena, itu termasuk menggunakan tamimah yang terlarang dan terdapat unsur penghinaan terhadap Al-Qur'an. Dan itu tidak dilakukan oleh salaf.
Dahulu, mereka (salaf) tidak menggantungkan ayat-ayat di dinding untuk mencari barakah dan berlindung dari kejelekan dengan menggantungkannya.
Mereka hanyalah menghafal Al-Qur'an di dada-dada mereka, menuliskannya di mushaf-mushaf mereka, mengamalkannya, dan mempelajari hukum-hukumnya, serta men-tadabburi(merenungi) makna-maknanya, sebagaimana itu yang telah diperintahkan Allah."
(Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan)
05/03/12
Allah telah Menetapkan Rezeki dan Menguji Hamba dengannya
26/02/12
Hakekat Dukun dan Tukang Sihir
Syirik: Memohon Keturunan kepada Penghuni Kuburan
14/01/12
Kebebasan Berpikir dalam Timbangan Syariat
01/01/12
Amalan itu Rukun dan Bagian di dalam Iman atau Syarat Penyempurna ?
30/12/11
Meruqyah dengan membacakan Al-Qur’an ke air?
26/11/11
Bagaimana Cara Menyempurnakan Nilai Amalan?
Kapan Amalan itu Diterima?
Dan Kami datangkan segala amal yang dahulu mereka (orang kafir/ musyrik) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. Q.S. Al-Furqaan : 23.
- Firman-Nya : َِููุงุก ุฑَุจِِّู , perjumpaan dengan Tuhannya, inilah Islam.
- Firman-Nya : ุตَุงِูุญุงً yang shalih, ini yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena amalan tidak menjadi shalih kecuali dengannya.
- Firman-Nya : ََููุง ُูุดْุฑِْู ุจِุนِุจَุงุฏَุฉِ ุฑَุจِِّู ุฃَุญَุฏุงً, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya, ini adalah ikhlash.
(Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, hal. 172 – 173)
23/11/11
Tingkatan Manusia dalam Mentauhidkan Allah
“Dan manusia dalam tauhid itu memiliki derajat yang berbeda-beda, berdasarkan tingkat pengetahuannya tentang Allah dan penegakan penghambaan kepada-Nya secara lahir dan batin.
Lalu yang paling sempurna tingkatannya adalah seseorang yang memiliki pengetahuan terperinci tentang :
- Nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan dan nikmat-nikmat-Nya.
- Mengetahui tentang apa yang Dia kabarkan dari makhluk-makhluk-Nya.
- Dan tentang hari akhir serta pembalasan yang benar datang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Dan ia memahami makna-maknanya dengan pemahaman yang benar.
Seluruh gerakan dan diamnya murni karena Allah Yang Maha Tinggi, tidak tercampur dengan tujuan-tujuan selainnya.
Maka, ia telah merasakan ketenangan kepada Allah dengan pengetahuan dan inabah (kepada-Nya), melakukan amal dan meninggalkan (karena-Nya).
Dan ia menyempurnakan jiwanya dengan ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Rasulullah salallahu alaihi wassalam). Dan menyempurnakan (jiwa) yang selainnya dengan berdakwah kepada landasan (amal) ini.
Dan tidak akan sempurna tauhid ini baginya sampai ia ber-wala’(loyalitas) kepada orang yang beriman dan bertauhid serta bara’ (berlepas diri) dari syirik dan pelakunya. Dan ia ber-wala’ karena Allah dan memusuhi karena Allah. Dan rasa cintanya mengikuti kecintaan Allah (kepada sesuatu).
Kita memohon kepada Allah dengan anugerah dan karunia-Nya untuk memberikan keutaaman kepada kita seluruh hal tersebut.”
(Al-Fatawa As-Sa’diyyah hal. 14)
12/09/11
Kalimat Tauhid
Seandainya tujuan darinya semata-mata mengucapkan, maka seluruh yang mengatakannya telah menjadi muslim. Karena sesungguhnya mudah untuk seseorang mengucapkan “laa ilaaha illallah” dan ia bisa menjadi muslim walau tidak beramal sedikitpun.
Kalimat ini adalah kalimat yang agung namun memiliki makna, konsekuensi, rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus diterapkan. Oleh karenanya, kalimat itu tidak bermanfaat kecuali bersama adanya hal-hal tersebut.
Dan dinamakan juga sebagai kalimat Takwa sebagaimana Allah berfirman:
Inilah nama-nama laa ilaaha illallah: kalimat Ikhlash, kalimat Takwa, Al-‘Urwah Al-Wutsqa, kalimat pemisah antara kekufuran dan keislaman.
Mereka tidak mengatakan laa ilaaha illallah bahkan hanya mengucapkan “Allah Allah”. Inilah dzikir mereka yaitu mengulang-ulang kalimat: Allah Allah Allah bersamaan wajib untuk mengucapkannya secara sempurna. Adapun "Allah Allah" maka ini hanya sekedar nama yang tidak berfaedah (pujian)apapun.
Dan sebagian dari mereka tidak mengucapkan dzikir dengan Allah tidak pula dengan huwa bahkan mengucapkan dengan hatinya saja.
Ini seluruhnya adalah permainan dari syaithan. Oleh karenanya wajib untuk memperhatikannya.
Dan sebagian manusia dilalaikan syaithan dari ucapan laa ilaaha illallah,kemudian ia tidak mengucapkannya kecuali jarang sekali. Ia tidak berdzikir kepada Allah dengannya kecuali sedikit sekali dan tidak mengulang-ulangnya bersamaan dzikir itu berat dalam timbangan.
Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Tauhid bahwa seandainya kalimat itu diletakkan di satu sisi timbangan kemudian diletakkan langit dan seisinya selain Allah dan diletakkan pula bumi dan seisinya di sisi timbangan yang lain maka timbangan itu mencondong kepada kalimat laa ilaaha illallah.
Sebab itu, kalimat laa ilaaha illallah lebih berat dari langit dan bumi serta kedua isinya. Ia adalah kalimat yang agung namun sedikit yang memperhatikan dan menyadarinya serta membiasakan lisannya untuk mengucapkan dan mengulang-ulangnya kecuali orang-orang yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik.