Tampilkan postingan dengan label Akidah Shahihah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akidah Shahihah. Tampilkan semua postingan

13/06/12

Takut kepada Jin, Normal atau Syirik?

Apakah takut kepada jin termasuk rasa takut yang normal(thabi’i) atau tidak?
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali – semoga Allah  menjaga dan merahmatinya – menjawab:
“Rasa takut kepada jin jika muncul dari:
·         rasa takut yang halus/ tersembunyi(khauf assirr)
·         dan meyakini bahwa jin itu memberi manfaat dan kejelekan
maka masuk dalam perbuatan syirik (sebagaimana firman-Nya):
ูˆَุฃَู†َّู‡ُ ูƒَุงู†َ ุฑِุฌَุงู„ٌ ู…ِّู†َ ุงู„ْุฅِู†ุณِ ูŠَุนُูˆุฐُูˆู†َ ุจِุฑِุฌَุงู„ٍ ู…ِّู†َ ุงู„ْุฌِู†ِّ ูَุฒَุงุฏُูˆู‡ُู…ْ ุฑَู‡َู‚ุงً ﴿ูฆ﴾
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. Q.S. Al-Jin: 6.
Mayoritas rasa takut kepada jin – walllahu a’lam – masuk dalam jenis takut yang bersifat ibadah (khauful ‘ibadah) karenya meyakini (i’tiqad) bahwa ia bisa memberi manfaat dan kejelekan sedangkan tidak ada yang mampu untuk memberi manfaat dan kejelekan kecuali Allah, jin dan manusia tidak mampu.
Dan ketahuilah! Sesungguhnya jika suatu umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, mereka tidak bisa memberi manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah bagimu. Dan seandainya mereka ingin memudaratkanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan mampu memberi mudarat kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah atasmu.
Sebagaimana sabda Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam.
Dan seorang mukmin yang benar(imannya) tidak akan merasa takut kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Mulia.
ูَู„ุงَ ุชَุฎَุงูُูˆู‡ُู…ْ ูˆَุฎَุงูُูˆู†ِ ุฅِู† ูƒُู†ุชُู… ู…ُّุคْู…ِู†ِูŠู†َ ﴿ูกูงูฅ﴾
Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Q.S. Ali Imraan: 175.
Dan yang yang dimaksud dalam hal ini adalah rasa takut yang sifatnya tersembunyi(sirr) yaitu rasa takut bersifat ibadah(dengan tunduk dan mengagungkan jin, pen.).
Adapun rasa takut kepada ular, singa, manusia pengganggu yaitu yang menyerangmu sedang kamu tidak mampu menghadapinya, maka ini rasa takut yang normal(thabi’i) tidak memberi kejelekan bagimu. Hal ini – insya Allah – tidak memudaratkanmu dan tidak merusak akidah. Namun, mayoritas rasa takut kepada jin muncul dari akidah yang rusak.
Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – telah memberi dan mengajarkanmu berbagai senjata:
·         Bacalah ayat kursi!
·         Baca surat-surat perlindungan(Al-Falaf dan An-Nas)!
·         Berdzikir kepada Allah akan melindungimu dari mereka.
·         Pergunakan sarana-sarana yang membentengimu dari mereka dan segala jenis gangguan baik ular, ular jalanan, kalajengking dan yang lainnya (dengan mengucap dzikir)
ุฃุนُูˆุฐُ ุจِูƒَู„ِู…َุงุชِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุชَّุงู…َّุงุชِ ู…ِู†ْ ุดَุฑِّ ู…َุง ุฎَู„َู‚َ
Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa-apa yang Dia ciptakan. (Hadits Abu Hurairah, riwayat Muslim)
Jika kamu mengucapkannya (di waktu pagi dan sore hari), maka jin, ular, dan yang lainnya tidak akan mendatangi dan memudaratkanmu. Dan hal ini berlaku dengan sebab ikhlas dan jujur(dalam keimanan). Semoga Allah memberkahi kalian.

26/04/12

Sumber Rujukan Akidah dan Metode Salaf dalam Penukilannya


Akidah itu tauqifiyyah yaitu tidak ditetapkan kecuali dengan dalil dari pembuat syariat. Tidak ada ruang untuk akal dan ijtihad di dalam permasalahan akidah.
Dari titik tolak ini diketahui bahwa sumber-sumber referensi akidah terbatas kepada isi kandungan Al-Qur’an dan Sunnah saja karena:
ร˜  Tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah, apa yang wajib untuk-Nya, dan apa yang Dia disucikan darinya daripada Allah sendiri.
ร˜  Dan setelah itu, tidak ada yang mengetahui tentang Allah daripada Rasulullah r.
Oleh karenanya, metode Salafus Shalih dan yang mengikuti mereka dalam menukilkan akidah terbatas pada Al-Qur’an dan Sunnah saja.
Mereka mengimani, meyakini, dan mengamalkan segala kandungan Al-Qur’an dan Sunnah tentang hak Allah Ta’ala. Seluruh yang tidak ditunjukkan Al-Qur’an dan Sunnah, mereka meniadakan dan menolak penetapannya bagi Allah Ta’ala.
Oleh sebab ini, tidak didapati perselisihan antara mereka dalam permasalahan akidah bahkan keyakinan mereka satu.
Jemaah mereka juga satu karena Allah membebankan kepada orang yang berpegang teguh kepada kitab-Nya dan mengikuti sunnah Rasul-Nya dengan persatuan kalimat, lurus dalam keyakinan, dan bersatu padu dalam metode.
Allah Ta’ala berfirman:
ูˆَุงุนْุชَุตِู…ُูˆุงْ ุจِุญَุจْู„ِ ุงู„ู„ّู‡ِ ุฌَู…ِูŠุนุงً ูˆَู„ุงَ ุชَูَุฑَّู‚ُูˆุงْ ﴿ูกู ูฃ﴾
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Q.S. Ali-Imraan: 103.


Dan Allah Ta’ala berfirman:
ูَุฅِู…َّุง ูŠَุฃْุชِูŠَู†َّูƒُู… ู…ِّู†ِّูŠ ู‡ُุฏًู‰ ูَู…َู†ِ ุงุชَّุจَุนَ ู‡ُุฏَุงูŠَ ูَู„َุง ูŠَุถِู„ُّ ูˆَู„َุง ูŠَุดْู‚َู‰ ﴿ูกูขูฃ﴾
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Q.S. Thahaa: 123.
Lantaran ini mereka dijuluki sebagai golongan yang selamat(firqotun najiyah) karena Nabi r mempersaksikan keselamatan bagi mereka sewaktu Beliau mengabarkan perpecahan umat menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya di neraka kecuali satu golongan. Ketika Rasulullah ditanya tentang satu golongan ini Beliau bersabda:
Yaitu orang-orang yang berpendirian semisal apa yang aku dan Shahabatku berada di atasnya. (H.R. Ahmad)
Kabar dari Rasulullah ini menjadi kenyataan ketika sebagian orang membangun akidahnya di atas selain Al-Qur’an dan Sunnah, yang bersumber dari ilmu kalam dan kaedah-kaedah mantik peninggalan filsafat Yunani.
Penyimpangan dan perpecahan akidah telah terjadi yang menghasilkan terbelahnya persatuan kalimat, terkelompok-kelompoknya jemaah, dan membengkokkan bangunan masyarakat Islam.

25/03/12

Menggantungkan Ayat Kursi untuk Mencari Barakah dan Berlindung dari Syaithan?


Apakah boleh bagi seorang muslim untuk menggantungkan ayat kursi atau ayat-ayat lainnya atau doa-doa di lehernya atau di rumahnya atau mobilnya atau kantornya, untuk mencari barakah dan meyakini bahwa itu adalah alat/ media pengusir syaithan?

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan – semoga Allah merahmatinya - :

"Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menggantungkan ayat kursi atau ayat-ayat Al-Qur'an lainnya atau dzikir-dzikir syar'i di lehernya untuk berlindung dari kejahatan syaithan atau mengharap kesembuhan dari suatu penyakit dengannya.

Ini pendapat yang paling shahih dari dua pendapat(dalam permasalahan ini), sebab Nabi – shalallahu 'alaihi wasallam – melarang dari menggantungkan tamimah(jimat), dan ini termasuk jenisnya.

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab – semoga Allah merahmatinya – dalam kitab at-Tauhid berkata:

"Tamimah adalah sesuatu yang digantungkan/ diikatkan kepada anak-anak untuk melindungi mereka dari 'ain (pandangan orang hasad)."

Dari Ibnu Mas'ud – semoga Allah meridhainya – ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah – shalallahu 'alaihi wasallam bersabda - :

"Sesungguhnya ruqyah(yang tidak syar'i), tamimah, dan tiwalah adalah kesyirikan." H.R. Ahmad, Abu Daud, dan dishahihkan al-Hakim serta adz-Dzahabi menyepakatinya.

Sehingga, menggantungkan ayat-ayat di lehernya atau di bagian badan lainnya itu tidak boleh, berdasarkan pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama, disebabkan keumuman larangan menggantungkan tamimah(jimat). Dan perbuatan ini termasuk dari jenisnya. Dan juga menutup celah yang mengantarkan untuk digantungkan sesuatu selain Al-Qur'an, memalingkan dari merendahkan dan tidak menghormatinya.

Adapun menggantungkan ayat-ayat di selain badan seperti mobil atau dinding rumah atau kantor untuk mencari barakah dan mengusir syaithan, maka yang seperti ini, saya tidak mengetahui ada yang membolehkannya. Karena, itu termasuk menggunakan tamimah yang terlarang dan terdapat unsur penghinaan terhadap Al-Qur'an. Dan itu tidak dilakukan oleh salaf.

Dahulu, mereka (salaf) tidak menggantungkan ayat-ayat di dinding untuk mencari barakah dan berlindung dari kejelekan dengan menggantungkannya.

Mereka hanyalah menghafal Al-Qur'an di dada-dada mereka, menuliskannya di mushaf-mushaf mereka, mengamalkannya, dan mempelajari hukum-hukumnya, serta men-tadabburi(merenungi) makna-maknanya, sebagaimana itu yang telah diperintahkan Allah."

(Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan)

05/03/12

Allah telah Menetapkan Rezeki dan Menguji Hamba dengannya

Sesungguhnya Allah telah menetapkan rezeki bagi setiap orang, lalu mengapa ada manusia yang mati kelaparan?
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak  - semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Segala pujian yang sempurna bagi Allah. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki dan sebaik-baik pembagi rezeki. Dan tidak satu makhluk pun kecuali Allah-lah yang menganugerahkan rezeki padanya.
Dan sesungguhnya rezeki dari Allah itu tidak bisa didapat oleh orang yang bersemangat (memperolehnya) dan tidak bisa ditolak oleh yang tidak menginginkannya.
Dan termasuk dari hikmah Allah Ta’ala yaitu membedakan rezeki-rezeki diantara hamba-hamba-Nya, sebagaimana Dia telah membedakan dalam bentuk penciptaan dan akhlak mereka .
Dia Yang Maha Tinggi membentangkan rezeki kepada yang Dia kehendaki. Dan Dia meluaskan rezeki kepada suatu kaum dan menyempitkannya kepada yang lain.
Dia Yang Maha Tinggi menanggung rezeki –rezeki para hamba-Nya berdasarkan ilmu dan ketetapannya yang telah terdahulu. Dan Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi telah mengetahui dan menetapkan bahwa sebagian hamba-hamba-Nya diluaskan rezekinya dan yang lain disempitkan. Dan terdapat hikmah-hikmah Allah yang sangat besar dalam (ketentuan Allah) itu yang tidak tercerna akal-akal (manusia).
Diantara hikmah-Nya Yang Maha Tinggi dalam keluasan dan kesempitan (rezeki): sebagai ujian kepada hamba-hamba-Nya dengan nikmat dan musibah, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
ูƒُู„ُّ ู†َูْุณٍ ุฐَุงุฆِู‚َุฉُ ุงู„ْู…َูˆْุชِ ูˆَู†َุจْู„ُูˆูƒُู… ุจِุงู„ุดَّุฑِّ ูˆَุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ูِุชْู†َุฉً ูˆَุฅِู„َูŠْู†َุง ุชُุฑْุฌَุนُูˆู†َ ﴿ูฃูฅ﴾
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Q.S. Al-Anbiyaa’: 35.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
ูَุฃَู…َّุง ุงู„ْุฅِู†ุณَุงู†ُ ุฅِุฐَุง ู…َุง ุงุจْุชَู„َุงู‡ُ ุฑَุจُّู‡ُ ูَุฃَูƒْุฑَู…َู‡ُ ูˆَู†َุนَّู…َู‡ُ ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฑَุจِّูŠ ุฃَูƒْุฑَู…َู†ِ ﴿ูกูฅ﴾ ูˆَุฃَู…َّุง ุฅِุฐَุง ู…َุง ุงุจْุชَู„َุงู‡ُ ูَู‚َุฏَุฑَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฑِุฒْู‚َู‡ُ ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฑَุจِّูŠ ุฃَู‡َุงู†َู†ِ ﴿ูกูฆ﴾
015. Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Rabbku telah memuliakanku".
016. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Rabbku menghinakanku". Q.S. Al-Fajr: 15 – 16.
Kemudian Allah berfirman:
ูƒَู„ุงَّ ﴿ูกูง﴾
Sekali-kali tidak demikian. Q.S. Al-Fajr: 17.
Yaitu: perkaranya tidak sebagaimana prasangka orang ini. Bahkan pemberian nikmat dan penyempitan rezeki itu kepada yang Dia kehendaki, tidak lain adalah ujian, bukan pemulian atau penghinaan.
Dan dengan ujian ini, akan jelas siapa yang bersyukur (atas nikmat) dan siapa yang bersabar (dari kesempitan) dan siapa yang tidak. Dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.

26/02/12

Hakekat Dukun dan Tukang Sihir

Apa perbedaan antara dukun dengan tukang sihir?
Asy-Syaikh Muqbil – semoga Allah merahmatinya – menjawab (Qam’ul Ma’anid, hal. 37 – 38):
“Perbedaan antara tukang sihir dengan dukun:
Dukun itu yang (mengaku bisa) mengabarkan perkara-perkara yang akan datang. Dan perdukunan itu salah satu jenis dari sihir.
Sedangkan tukang sihir adalah yang mampu (dengan izin Allah) untuk membalikkan hakekat sesuatu.
Terkadang seseorang itu dukun dan tukang sihir, baik dengan cara menyulap atau halusinasi.
ูŠُุฎَูŠَّู„ُ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ู…ِู† ุณِุญْุฑِู‡ِู…ْ ุฃَู†َّู‡َุง ุชَุณْุนَู‰ ﴿ูฆูฆ﴾
Terbayang (dihalusinasikan) kepada Musa seakan-akan ia (tali dan tongkat itu)
merayap cepat, lantaran sihir mereka.
Q.S. Thaaha: 66.
Dan bisa juga (menyihir) dalam bentuk hakiki(nyata) dengan seseorang terpengaruh dengan perbuatan tukang sihir. Tukang sihir bisa merubah seseorang menjadi keledai.
Dan ini benar, sedang mu’tazilah menafikkan ini, yaitu seseorang itu tetap dalam wujudnya sendiri, namun digambarkan di hadapan manusia (seakan-akan) dalam bentuk keledai atau anjing atau yang lainnya.
Dan ia (tukang sihir) bisa memperlihatkan kepada manusia (seakan-akan) ia menusuk matanya padahal tidak. Atau menampakkan ia membelah perutnya padahal ia tidak membelahnya.
Ini perbuatan sihir.
Dan Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
ุงุฌْุชَู†ِุจُูˆุง ุงู„ุณَّุจْุนَ ุงู„ْู…ُูˆุจِู‚ุงุชِ
Jauhilah tujuh yang membinasakan!
(Hadits Abu Hurairah, Muttafaqun ‘alaih)
Diantara yang Beliau – shalallahu ‘alaihi wasallam – sebutkan adalah perbuatan sihir. Dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.
Bahkan pendapat yang shahih, bahwa penyihir itu kafir. Sedangkan Imam asy-Syafi’I berpendapat: “Ia tidak menjadi kafir kecuali setelah ia menjelaskan sifat sihirnya lalu kita dapati di dalamnya ada kekufuran.”
Namun, pendapat yang shahih bahwa ia (tukang sihir) kafir karena tidaklah ia belajar sihir dan jin tidak akan mengajarkan sihir kepadanya sampai ia kufur kepada Allah.
ูˆَู…َุง ูŠُุนَู„ِّู…َุงู†ِ ู…ِู†ْ ุฃَุญَุฏٍ ุญَุชَّู‰ ูŠَู‚ُูˆู„ุงَ ุฅِู†َّู…َุง ู†َุญْู†ُ ูِุชْู†َุฉٌ ูَู„ุงَ ุชَูƒْูُุฑْ ﴿ูกู ูข﴾
Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir(dengan berbuat sihir)". Q.S. Al-Baqarah: 102.
Dan masfalah (seseorang yang menyangka bahwa ia datang dan menemui orang yang  telah mati, mengetahui keadaan mereka, dan apakah mereka di surga atau neraka)  adalah termasuk dajjal dan orang mati sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ูَู„َุง ูŠَุณْุชَุทِูŠุนُูˆู†َ ุชَูˆْุตِูŠَุฉً ูˆَู„َุง ุฅِู„َู‰ ุฃَู‡ْู„ِู‡ِู…ْ ูŠَุฑْุฌِุนُูˆู†َ ﴿ูฅู ﴾
Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya. Q.S. Yaasin: 50.
Maka, (tukang sihir/ dukun) ini adalah kedustaan dan (masfalah) ini khurofat(takhayul).
Dan Allah semata tempat memohon pertolongan.
(Al-Ajwibah as-sadidah fi Fatawal ‘Aqidah, hal. 79)



Syirik: Memohon Keturunan kepada Penghuni Kuburan

Apa hukum Islam tentang seseorang yang membawa istrinya ke (kuburan) seorang wali sebab ia (istrinya) belum hamil, kemudian hamil setelah ia dan istrinya menziarahi kuburan wali itu setiap tahunnya?
Asy-Syaikh Muqbil – semoga Allah merahmatinya – menjawab (Qam’ul Ma’anid, hal. 26):
“Jika ia (laki-laki itu) meyakini bahwa wali itu sebab kehamilan(istri)nya sedangkan ia sudah mati, maka ia dianggap sebagai musyrik.
Adapun jika ia menyakini bahwa seandainya ia tidak pergi ke wali itu maka ia(istrinya) tidak akan hamil, ia juga dianggap seorang musyrik.
Yang diinginkan (dalam hal seperti ini), khurafat (takhayyul) seperti ini, wajib atas kaum muslimin menjauhinya.
ู‡َู„ْ ู…ِู†ْ ุฎَุงู„ِู‚ٍ ุบَูŠْุฑُ ุงู„ู„َّู‡ِ ﴿ูฃ﴾
Adakah pencipta selain Allah? Q.S. Al-Faathir: 3.
Siapa yang telah menciptakanmu dari air yang hina(mani)? Dan siapa pula yang dahulu menciptakan orang tua dan nenek moyangmu?
(Al-Ajwibah as-sadidah fi Fatawal ‘Aqidah, hal. 78)

14/01/12

Kebebasan Berpikir dalam Timbangan Syariat

Kami mendengar dan membaca kalimat “kebebasan berfikir” dan selainnya dari kalimat-kalimat menyesatkan di sebagian koran atau majalah. Dan itu merupakan seruan kepada kebebasan dalam berakidah.
Lalu, apa tanggapan anda tentangnya?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin – semoga Allah merahmatinya – berkata:
Tanggapan kami atasnya: bahwa yang membolehkan bagi seseorang bebas berakidah, meyakini agama-agama apa yang ia kehendaki, maka ia telah kafir.
Sebab, setiap yang berkeyakinan bahwa seseorang boleh untuk mengambil agama selain agama (yang dibawa) Muhammad – shalallahu ‘alaihi wasallam -, diminta taubatnya. Jika bertaubat (maka ia bebas), jika tidak maka wajib membunuhnya.
Dan agama itu bukan kumpulan pemikiran namun ia adalah wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla yang Dia turunkan kepada rasul-rasul-Nya agar manusia berjalan di atasnya.
Dan kalimat ini , yang saya maksud : kata “pikiran/ gagasan” yang dimaksud dengannya “diin/agama”, wajib untuk dihapus dari kamus buku-buku Islam. Karena, ia mengantarkan kepada makna yang rusak, yaitu dikatakan Islam itu: pikiran/ gagasan, nashrani: pikiran, yahudi itu: pikiran.
Yang saya maksud dengan nashrani: yang orang-orangnya menyebutnya dengan al-masihiyyah(pengikut Al-Masih).
Dengan demikian, ia (kalimat itu)mengantarkan syariat-syariat itu sekedar dijadikan pemikiran-pemikiran (berasal dari) bumi yang dianut oleh siapa yang menghendaki.
Dan faktanya, bahwa agama-agama samawi adalah benar-benar agama yang datang dari langit, dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla, yang  orang-orang meyakini bahwa ia (agama-agama samawi) itu adalah wahyu dari Allah, yang hamba-hamba-Nya beribadah dengannya. Dan tidak boleh untuk digunakan kata “pikiran/ gagasan” untuknya.
Dan ringkasan dari jawaban:
Bahwa siapa yang berkeyakinan boleh untuk seseorang mengambil agama sesuai keinginannya, ia bebas dalam agamanya, maka ia telah kafir kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena Allah Ta’ala berfirman:
ูˆَู…َู† ูŠَุจْุชَุบِ ุบَูŠْุฑَ ุงู„ุฅِุณْู„ุงَู…ِ ุฏِูŠู†ุงً ูَู„َู† ูŠُู‚ْุจَู„َ ู…ِู†ْู‡ُ ﴿ูจูฅ﴾
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya. Q.S. Ali-Imraan: 85.
Dan Allah berfirman:
ุฅِู†َّ ุงู„ุฏِّูŠู†َ ุนِู†ุฏَ ุงู„ู„ّู‡ِ ุงู„ุฅِุณْู„ุงَู…ُ ﴿ูกูฉ﴾
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Q.S. Ali-Imraan: 19.

Maka, tidak boleh bagi seseorang untuk menyakini bahwa agama selain Islam boleh (untuk dianut), boleh bagi seseorang untuk menghambakan diri (kepada Allah) dengannya.
Bahkan, jika ia berakidah seperti ini, maka para ulama telah jelas-jelas mengatakan bahwa ia telah kafir (sebab keyakinan itu) keluar dari agama (Islam).”
(Al-Manahiy al-Lafzhiyyah, al-Utsaimin, hal. 116)

01/01/12

Amalan itu Rukun dan Bagian di dalam Iman atau Syarat Penyempurna ?

Apakah amalan-amalan itu rukun dan bagian di dalam iman atau ia syarat penyempurna  di dalamnya?
Asy-Syaikh Abdul  Aziz Ar-Rajihy – semoga Allah menjaganya – berkata:
“Iman itu perkataan dengan lisan dan perkataan dengan hati, amalan dengan hati dan dengan anggota badan sebagaimana terdahulu.
Dan tidak dikatakan: ia (amalan-amalan itu) syarat kesempurnaan atau ia keluar (bukan bagian) dari iman atau ia suatu keharusan dari kelaziman-kelaziman iman atau konsekuensi (tuntutan) dari iman atau ia (amalan-amalan) itu dalil/ bukti atas iman; ini seluruhnya datang dari murji’ah.”
(As’ilah wa Ajwibah fil iman wal kufri, Ar-Rajihy, hal 14 – 15.

30/12/11

Meruqyah dengan membacakan Al-Qur’an ke air?

Apa hukum membacakan Al-Qur’an ke air?
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhaly – semoga Allah memanjangkan umurnya – menjawab:
“Tidak pantas, walau sebagian ulama berpendapat dengannya, tidak didapati dalil atasnya.
Rasul – shalallahu ‘alaihi wasallam – tidak melakukan ini, para shahabat (juga) tidak melakukan. Semoga Allah memberkahimu.
Dan mereka (para ulama) yang membolehkan penulisan, beberapa hal, mencuci, dan semisal hajat ini (ketika meruqyah), mereka tidak memiliki dalil. Dan mereka telah mengajarkan kepada kita untuk tidak menerima suatu permasalahan kecuali dengan adanya dalil.
Maka, setiap pendapat diterima dan ditolak kecuali (yang datang dari) Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam –.”

26/11/11

Bagaimana Cara Menyempurnakan Nilai Amalan?

Nilai suatu amalan akan sempurna dengan  terpenuhinya dua syarat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushaby al-Yamany  - semoga Allah menjaganya – berkata :

Dan keduanya adalah syarat penyempurna (amalan) :
1.      Beramal dengan kekuatan (bersungguh-sungguh).
Allah Ta’ala berfirman :
 ุฎُุฐُูˆุงْ ู…َุง ุขุชَูŠْู†َุงูƒُู… ุจِู‚ُูˆَّุฉٍ ﴿ูฆูฃ﴾
Ambillah apa yang telah Kami datangkan kepada kalian dengan teguh. Q.S. Al-Baqarah : 63 & 93, Al-A’raaf : 171.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
ูَุฎُุฐْู‡َุง ุจِู‚ُูˆَّุฉٍ ูˆَุฃْู…ُุฑْ ู‚َูˆْู…َูƒَ ูŠَุฃْุฎُุฐُูˆุงْ ุจِุฃَุญْุณَู†ِู‡َุง ﴿ูกูคูฅ﴾
Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya. Q.S. Al-A’raaf : 145.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
ูŠَุง ูŠَุญْูŠَู‰ ุฎُุฐِ ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ุจِู‚ُูˆَّุฉٍ ﴿ูกูข﴾
Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Q.S. Maryam : 12.

Dan (bersungguh-sungguh) ini menyelisihi perbuatan orang-orang munafik, sebab mereka tidak berpegang teguh kepada agama. Mereka hanya mengambilnya dengan kelalaian dan rasa malas.

Allah Ta’ala berfirman :

ุฅِู†َّ ุงู„ْู…ُู†َุงูِู‚ِูŠู†َ ูŠُุฎَุงุฏِุนُูˆู†َ ุงู„ู„ّู‡َ ูˆَู‡ُูˆَ ุฎَุงุฏِุนُู‡ُู…ْ ูˆَุฅِุฐَุง ู‚َุงู…ُูˆุงْ ุฅِู„َู‰ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ู‚َุงู…ُูˆุงْ ูƒُุณَุงู„َู‰ ูŠُุฑَุขุคُูˆู†َ ุงู„ู†َّุงุณَ ูˆَู„ุงَ ูŠَุฐْูƒُุฑُูˆู†َ ุงู„ู„ّู‡َ ุฅِู„ุงَّ ู‚َู„ِูŠู„ุงً ﴿ูกูคูข﴾ ู…ُّุฐَุจْุฐَุจِูŠู†َ ุจَูŠْู†َ ุฐَู„ِูƒَ ู„ุงَ ุฅِู„َู‰ ู‡َู€ุคُู„ุงุก ูˆَู„ุงَ ุฅِู„َู‰ ู‡َู€ุคُู„ุงุก ูˆَู…َู† ูŠُุถْู„ِู„ِ ุงู„ู„ّู‡ُ ูَู„َู† ุชَุฌِุฏَ ู„َู‡ُ ุณَุจِูŠู„ุงً ﴿ูกูคูฃ﴾

142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

143. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. Q.S. An-Nisaa’ : 142 – 143.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
ูˆَู…َุง ู…َู†َุนَู‡ُู…ْ ุฃَู† ุชُู‚ْุจَู„َ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ู†َูَู‚َุงุชُู‡ُู…ْ ุฅِู„ุงَّ ุฃَู†َّู‡ُู…ْ ูƒَูَุฑُูˆุงْ ุจِุงู„ู„ّู‡ِ ูˆَุจِุฑَุณُูˆู„ِู‡ِ ูˆَู„ุงَ ูŠَุฃْุชُูˆู†َ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ ุฅِู„ุงَّ ูˆَู‡ُู…ْ ูƒُุณَุงู„َู‰ ูˆَู„ุงَ ูŠُู†ูِู‚ُูˆู†َ ุฅِู„ุงَّ ูˆَู‡ُู…ْ ูƒَุงุฑِู‡ُูˆู†َ ﴿ูฅูค﴾
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.
Q.S. At-Taubah : 54.

2.       Bersegera dalam beramal.

Allah Ta’ala berfirman :
ูˆَู„َุง ุชَู†ِูŠَุง ูِูŠ ุฐِูƒْุฑِูŠ ﴿ูคูข﴾
Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Q.S. Thaaha : 42.

Dan Allah Ta’ala berfirman :
ูَุงุณْุชَุจِู‚ُูˆุง ุงู„ุฎَูŠْุฑَุงุชِ ﴿ูคูจ﴾
Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Q.S. Al-Baqarah : 148, Al Maidah : 48.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

ูˆَูŠُุณَุงุฑِุนُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ْุฎَูŠْุฑَุงุชِ ูˆَุฃُูˆْู„َู€ุฆِูƒَ ู…ِู†َ ุงู„ุตَّุงู„ِุญِูŠู†َ ﴿ูกูกูค﴾
Dan mereka bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Q.S. Ali-Imraan : 114.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

ุฅِู†َّู‡ُู…ْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูŠُุณَุงุฑِุนُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ْุฎَูŠْุฑَุงุชِ ﴿ูฉู ﴾
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik . Q.S. Al-Anbiyaa’ : 90.

ุฃُูˆْู„َุฆِูƒَ ูŠُุณَุงุฑِุนُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ْุฎَูŠْุฑَุงุชِ ูˆَู‡ُู…ْ ู„َู‡َุง ุณَุงุจِู‚ُูˆู†َ ﴿ูฆูก﴾
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. Q.S. Al-Mukminuun : 61.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

ูˆَุณَุงุฑِุนُูˆุงْ ุฅِู„َู‰ ู…َุบْูِุฑَุฉٍ ู…ِّู† ุฑَّุจِّูƒُู…ْ ูˆَุฌَู†َّุฉٍ ุนَุฑْุถُู‡َุง ุงู„ุณَّู…َุงูˆَุงุชُ ูˆَุงู„ุฃَุฑْุถُ ุฃُุนِุฏَّุชْ ู„ِู„ْู…ُุชَّู‚ِูŠู†َ ﴿ูกูฃูฃ﴾
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Q.S. Ali-Imraan : 133.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

ุณَุงุจِู‚ُูˆุง ุฅِู„َู‰ ู…َุบْูِุฑَุฉٍ ู…ِّู† ุฑَّุจِّูƒُู…ْ ูˆَุฌَู†َّุฉٍ ุนَุฑْุถُู‡َุง ูƒَุนَุฑْุถِ ุงู„ุณَّู…َุงุก ูˆَุงู„ْุฃَุฑْุถِ ุฃُุนِุฏَّุชْ ู„ِู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุจِุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَุฑُุณُู„ِู‡ِ ุฐَู„ِูƒَ ูَุถْู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ูŠُุคْุชِูŠู‡ِ ู…َู† ูŠَุดَุงุกُ ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุฐُูˆ ุงู„ْูَุถْู„ِ ุงู„ْุนَุธِูŠู…ِ ﴿ูขูก﴾
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Q.S. Al-Hadiid : 21.

(Al-Qaulul Mufiid fi Adillatit Tauhid, hal. 173 – 174 )

Kapan Amalan itu Diterima?

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushaby al-Yamany - semoga Allah menjaganya – berkata :
 
“Wahai saudaraku muslim – semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan kepadamu untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah – sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan dari muslim manapun kecuali dengan dua syarat fundamental, yaitu :
 
Pertama : amalan itu ikhlash (murni) untuk Allah, sehingga pemilik amalan tidak menghendaki dari(amalan)nya kecuali wajah Allah.
 
Allah Ta’ala berfirman :
 
 
 
ุฅِู†َّุง ุฃَู†ุฒَู„ْู†َุง ุฅِู„َูŠْูƒَ ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ุจِุงู„ْุญَู‚ِّ ูَุงุนْุจُุฏِ ุงู„ู„َّู‡َ ู…ُุฎْู„ِุตุงً ู„َّู‡ُ ุงู„ุฏِّูŠู†َ ﴿ูข﴾ ุฃَู„َุง ู„ِู„َّู‡ِ ุงู„ุฏِّูŠู†ُ ุงู„ْุฎَุงู„ِุตُ ﴿ูฃ﴾

 
002. Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya.
003. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang iklash (bersih dari syirik). Q.S. Az-Zumar : 2 – 3.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :

ู‚ُู„ْ ุฅِู†ِّูŠ ุฃُู…ِุฑْุชُ ุฃَู†ْ ุฃَุนْุจُุฏَ ุงู„ู„َّู‡َ ู…ُุฎْู„ِุตุงً ู„َّู‡ُ ุงู„ุฏِّูŠู†َ ﴿ูกูก﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Q.S. Az-Zumar : 11.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :
 
ู‚ُู„ِ ุงู„ู„َّู‡َ ุฃَุนْุจُุฏُ ู…ُุฎْู„ِุตุงً ู„َّู‡ُ ุฏِูŠู†ِูŠ ﴿ูกูค﴾
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan iklash (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Q.S. Az-Zumar : 14.
 
Dan Allah Ta’ala berfirman :
 
ูˆَู…َุง ุฃُู…ِุฑُูˆุง ุฅِู„َّุง ู„ِูŠَุนْุจُุฏُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ู…ُุฎْู„ِุตِูŠู†َ ู„َู‡ُ ุงู„ุฏِّูŠู†َ ุญُู†َูَุงุก ﴿ูฅ﴾
Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan iklash (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif (lurus). Q.S. Al-Bayyinah : 5.
 
Dan dari Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya – ia berkata : Rasullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
ู‚َุงู„َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุชَุจَุงุฑَูƒَ ูˆَุชَุนَุงู„َู‰ ุฃَู†َุง ุฃَุบْู†َู‰ ุงู„ุดُّุฑَูƒَุงุกِ ุนَู†ْ ุงู„ุดِّุฑْูƒِ ,

ู…َู†ْ ุนَู…ِู„َ ุนَู…َู„ًุง ุฃَุดْุฑَูƒَ ูِูŠู‡ِ ู…َุนِูŠ ุบَูŠْุฑِูŠ ุชَุฑَูƒْุชُู‡ُ ูˆَุดِุฑْูƒَู‡ُ
“Allah Ta’ala berfirman : Aku sekutu yang paling tidak butuh kepada syirik. Siapa yang beramal yang ia mempersekutukan selain-Ku bersama-Ku di dalam(amalan)nya, Aku pasti meninggalkannya dan kesyirikannya.” H.R. Muslim.
 
Inilah makna syahadat Laa ilaaha illallah.
 
Kedua : amalan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam.
 
 
Dari ‘Aisyah – semoga Allah meridhainya – berkata : Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
ู…َู†ْ ุฃَุญْุฏَุซَ ูِูŠ ุฃَู…ْุฑِู†َุง ู‡َุฐَุง ู…َุง ู„َูŠْุณَ ู…ِู†ْู‡ُ ูَู‡ُูˆَ ุฑَุฏٌّ

Siapa yang mengadakan sesuatu yang baru di dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka itu tertolak. H.R. Muslim.
 
Ini makna syahadat bahwa Muhammad Rasul(utusan) Allah.
 
PERHATIAN :
 
(Syarat) ini terkait dengan seorang muslim.
 
Adapun seorang yang kafir, maka tidak diterima amalannya kecuali dengan tiga syarat :
Dua syarat terdahulu dan yang ketiga : ber-Islam. 
 
Ini syarat-syarat sah (amalan seorang kafir).
 
Allah Ta’ala berfirman :

 
ูˆَู‚َุฏِู…ْู†َุง ุฅِู„َู‰ ู…َุง ุนَู…ِู„ُูˆุง ู…ِู†ْ ุนَู…َู„ٍ ูَุฌَุนَู„ْู†َุงู‡ُ ู‡َุจَุงุก ู…َّู†ุซُูˆุฑุงً ﴿ูขูฃ﴾

Dan Kami datangkan segala amal yang dahulu mereka (orang kafir/ musyrik) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. Q.S. Al-Furqaan : 23.
 
Dan tiga syarat ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :
 
ูَู…َู† ูƒَุงู†َ ูŠَุฑْุฌُูˆ ู„ِู‚َุงุก ุฑَุจِّู‡ِ ูَู„ْูŠَุนْู…َู„ْ ุนَู…َู„ุงً ุตَุงู„ِุญุงً ูˆَู„َุง ูŠُุดْุฑِูƒْ ุจِุนِุจَุงุฏَุฉِ ุฑَุจِّู‡ِ ุฃَุญَุฏุงً ﴿ูกูกู ﴾

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya. Q.S. Al-Kahfi : 110.
 
 
  1. Firman-Nya : ู„ِู‚َุงุก ุฑَุจِّู‡ِ , perjumpaan dengan Tuhannya, inilah Islam.
  2. Firman-Nya : ุตَุงู„ِุญุงً yang shalih, ini yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena amalan tidak menjadi shalih kecuali dengannya.
  3. Firman-Nya : ูˆَู„َุง ูŠُุดْุฑِูƒْ ุจِุนِุจَุงุฏَุฉِ ุฑَุจِّู‡ِ ุฃَุญَุฏุงً, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya, ini adalah ikhlash.




(Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, hal. 172 – 173)

23/11/11

Tingkatan Manusia dalam Mentauhidkan Allah

Asy-Syaikh Abdrurrahman bin Nashir As-Sa’dysemoga Allah merahmatinya – berkata :

“Dan manusia dalam tauhid itu memiliki derajat yang berbeda-beda, berdasarkan tingkat pengetahuannya tentang Allah dan penegakan penghambaan kepada-Nya secara lahir dan batin.

Lalu yang paling sempurna tingkatannya adalah seseorang yang memiliki pengetahuan terperinci tentang :
  • Nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan dan nikmat-nikmat-Nya.
  • Mengetahui tentang apa yang Dia kabarkan dari makhluk-makhluk-Nya.
  • Dan tentang hari akhir serta pembalasan yang benar datang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  • Dan ia memahami makna-maknanya dengan pemahaman yang benar.
Maka hatinya penuh terisi pengetahuan tentang Allah, pengagungan dan pemuliaan-Nya, rasa cinta, dan inabah (selalu kembali) kepada-Nya. Dan tertarik seluruh seruan-seruan hatinya menuju Allah, menghadap kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya.

Seluruh gerakan dan diamnya murni karena Allah Yang Maha Tinggi, tidak tercampur dengan tujuan-tujuan selainnya.

Maka, ia telah merasakan ketenangan kepada Allah dengan pengetahuan dan inabah (kepada-Nya), melakukan amal dan meninggalkan (karena-Nya).

Dan ia menyempurnakan jiwanya dengan ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Rasulullah salallahu alaihi wassalam). Dan menyempurnakan (jiwa) yang selainnya dengan berdakwah kepada landasan (amal) ini.

Dan tidak akan sempurna tauhid ini baginya sampai ia ber-wala’(loyalitas) kepada orang yang beriman dan bertauhid serta bara’ (berlepas diri) dari syirik dan pelakunya. Dan ia ber-wala’ karena Allah dan memusuhi karena Allah. Dan rasa cintanya mengikuti kecintaan Allah (kepada sesuatu).

Kita memohon kepada Allah dengan anugerah dan karunia-Nya untuk memberikan keutaaman kepada kita seluruh hal tersebut.”



(Al-Fatawa As-Sa’diyyah hal. 14)

12/09/11

Kalimat Tauhid

Berkata Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan:

ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…ู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ
ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ู„ู„ّู‡
Kalimat laa ilaaha illallah adalah kalimat yang agung, yang ringan di lisan dan berat di timbangan. Sebab, ia merupakan kandungan Islam yang hakiki.
Namun kalimat ini tidak sekedar lafazh saja bahkan ia memiliki makna dan konsekuensi. Ia memiliki rukun-rukun dan syarat-syarat yang wajib untuk kita mengetahuinya.

Seandainya tujuan darinya semata-mata mengucapkan, maka seluruh yang mengatakannya telah menjadi muslim. Karena sesungguhnya mudah untuk seseorang mengucapkan “laa ilaaha illallah” dan ia bisa menjadi muslim walau tidak beramal sedikitpun.

Kalimat ini adalah kalimat yang agung namun memiliki makna, konsekuensi, rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus diterapkan. Oleh karenanya, kalimat itu tidak bermanfaat kecuali bersama adanya hal-hal tersebut.
Dan kalimat ini memiliki nama-nama diantaranya: kalimat Ikhlash (pemurnian) sebab ia meniadakan kesyirikan kepada Allah dan menetapkan peribadahan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, ia dinamakan kalimat Ikhlash yaitu memurnikan tauhid dan mengikhlaskan ibadah serta menjauhi kesyirikan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Dan dinamakan juga sebagai kalimat Takwa sebagaimana Allah berfirman:
ุฅِุฐْ ุฌَุนَู„َ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูƒَูَุฑُูˆุง ูِูŠ ู‚ُู„ُูˆุจِู‡ِู…ُ ุงู„ْุญَู…ِูŠَّุฉَ ุญَู…ِูŠَّุฉَ ุงู„ْุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉِ ูَุฃَู†ุฒَู„َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุณَูƒِูŠู†َุชَู‡ُ ุนَู„َู‰ ุฑَุณُูˆู„ِู‡ِ ูˆَุนَู„َู‰ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ
ูˆَุฃَู„ْุฒَู…َู‡ُู…ْ ูƒَู„ِู…َุฉَ ุงู„ุชَّู‚ْูˆَู‰ ูˆَูƒَุงู†ُูˆุง ุฃَุญَู‚َّ ุจِู‡َุง ูˆَุฃَู‡ْู„َู‡َุง ูˆَูƒَุงู†َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุจِูƒُู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ุนَู„ِูŠู…ุงً ﴿ูขูฆ﴾
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka paling berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Q.S. Al-Fath: 26

Dan kalimat Takwa(perlindungan) dalam ayat adalah laa ilaaha illallah karena ia menjaga orang yang mengucapkannya dengan ikhlash kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dari neraka. Juga, karena kalimat itu menuntut amalan-amalan kebaikan sebab takwa itu adalah amalan-amalan kebaikan dan ketaatan.

Dan termasuk namanya juga adalah Al-‘Urwah Al-Wutsqa/Tali yang Kokohsebagaimana firman Allah Ta’ala:
ู„َุง ุฅِูƒْุฑَุงู‡َ ูِูŠ ุงู„ุฏِّูŠู†ِ ู‚َุฏْ ุชَุจَูŠَّู†َ ุงู„ุฑُّุดْุฏُ ู…ِู†َ ุงู„ْุบَูŠِّ ูَู…َู†ْ ูŠَูƒْูُุฑْ ุจِุงู„ุทَّุงุบُูˆุชِ ูˆَูŠُุคْู…ِู†ْ ุจِุงู„ู„َّู‡ِ ูَู‚َุฏِ ุงุณْุชَู…ْุณَูƒَ ุจِุงู„ْุนُุฑْูˆَุฉِ ุงู„ْูˆُุซْู‚َู‰ ู„َุง ุงู†ْูِุตَุงู…َ ู„َู‡َุง ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุณَู…ِูŠุนٌ ุนَู„ِูŠู…ٌ (256)
Tidak ada paksaan dalam ad-diin, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang kufur kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kokoh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Q.S. Al-Baqarah: 256.

Kufur kepada Thaghut dan beriman kepada Allah inilah makna laa ilaaha illallah. Kufur kepada Thaghut ini makna la ilaaha dan beriman kepada Allah ini makna illallah. Maka, makna kufur kepada Thaghut dan beriman kepada Allah adalah konsekuensi dari laa ilaaha illallah. Dengan sebab itu, dinamakan (kalimat tauhid) tali yang kokoh.

Dan termasuk namanya juga, sebagaimana disebutkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahahhab : Pemisah antara Kekufuran dan Islam. Barangsiapa mengatakannya, mengetahui maknanya dan mengamalkan konsekuensi ucapannya itu maka ia telah menjadi seorang muslim.
Dan barangsiapa yang enggan untuk mengucapkannya atau telah mengatakannya tetapi tidak mengetahui maknanya atau mengucapkkannya namun tidak melakukan konsekuensinya maka ia belum menjadi seorang muslim sampai ia mengetahui maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan batin.

Inilah nama-nama laa ilaaha illallah: kalimat Ikhlash, kalimat Takwa, Al-‘Urwah Al-Wutsqa, kalimat pemisah antara kekufuran dan keislaman.

Hal ini (penting diketahui) sebab kebanyakan dari manusia tidak mementingkan konsekuensi dari kalimat ini bersamaan mereka banyak mengucapkannya dan berdzikir kepada Allah dengannya seperti kalangan sufi. Mereka mengucapkannya di pagi dan sore hari ribuan kali namun mereka juga berdoa kepada selain Allah.

Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan manfaat kepada mereka sedikitpun karena mereka tidak mengamalkan konsekuensinya. Mereka mengucapkannya dan membacanya di wirid mereka dan banyak mengulanginya namun mereka berdoa meminta kepada yang telah mati dan beristighatsahdengan orang-orang yang telah dikubur. Mereka mentaati syaikh-syaikh thariqah yang mensyariatkan kepada mereka bentuk-bentuk peribadahan yang tidak Allah syariatkan dan tidak pula Rasul-Nya.

Mereka tidak mempelajari syariat dari Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam , tidak lain mereka hanya belajar dari syaikh-syaikh mereka tersebut. Mereka itu banyak mengucapkan laa ilaaha illallah pagi dan sore hari sedangkan ucapan mereka itu tidak memberikan kecukupan dan faedah kepada mereka sedikitpun.

Sebagian dari kalangan sufiyah ada yang mengucapkannya dengan tidak sempurna dan mereka menyangka bahwa mereka telah menjadi orang yang paling khusus dari orang-orang yang khusus.

Mereka tidak mengatakan laa ilaaha illallah bahkan hanya mengucapkan “Allah Allah”. Inilah dzikir mereka yaitu mengulang-ulang kalimat: Allah Allah Allah bersamaan wajib untuk mengucapkannya secara sempurna. Adapun "Allah Allah" maka ini hanya sekedar nama yang tidak berfaedah (pujian)apapun.

Dan sebagian mereka tidak mengucapkan lafzhul jalaaah (Allah) bahkan hanya mengucapkan dengan kalimat ganti: huwa huwa huwa(Dia Dia Dia). Ini tidak bermakna apapun karena ia bermain-main dengan kalimat ini.

Oleh sebab itu wajib untuk memperhatikan hal-hal ini, karena syaithan ketika mengetahui bahwa kalimat ini adalah kalimat Islam dan manusia menyukai untuk berdzikir dengannya, ia palingkan mereka darinya dengan tipu daya tersebut. Dan ia berikan pada mereka rasa waswas. Ia katakan pada mereka: kalian ucapkanlah Allah Allah atau katakanlah: Huwa huwa (Dia Dia).

Dan sebagian dari mereka tidak mengucapkan dzikir dengan Allah tidak pula dengan huwa bahkan mengucapkan dengan hatinya saja.

Ini seluruhnya adalah permainan dari syaithan. Oleh karenanya wajib untuk memperhatikannya.

Dan sebagian manusia dilalaikan syaithan dari ucapan laa ilaaha illallah,kemudian ia tidak mengucapkannya kecuali jarang sekali. Ia tidak berdzikir kepada Allah dengannya kecuali sedikit sekali dan tidak mengulang-ulangnya bersamaan dzikir itu berat dalam timbangan.

Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Tauhid bahwa seandainya kalimat itu diletakkan di satu sisi timbangan kemudian diletakkan langit dan seisinya selain Allah dan diletakkan pula bumi dan seisinya di sisi timbangan yang lain maka timbangan itu mencondong kepada kalimat laa ilaaha illallah.

Sebab itu, kalimat laa ilaaha illallah lebih berat dari langit dan bumi serta kedua isinya. Ia adalah kalimat yang agung namun sedikit yang memperhatikan dan menyadarinya serta membiasakan lisannya untuk mengucapkan dan mengulang-ulangnya kecuali orang-orang yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik.

Sumber rujukan : Penjelasan Tafsir Kalimat Tauhid, Syaikh Al-Fauzan.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes