01/04/12

Tiga Jenis Kandungan Hati

Al-Imam Ibnul Qayyim –semoga Allah merahmatinya – berkata:
Hati itu ada tiga:
1.       Hati yang kosong dari iman dan segala kebaikan.
Itu adalah hati yang gelap yang syaithan benar-benar telah beristirahat dari melontarkan waswas kepadanya. Sebab, ia(syaithan) telah menjadikannya rumah dan negerinya, ia menghukumi di dalamnya sesuai apa yang ia inginkan, dan ia telah menguasainya di puncak penguasaan.
2.       Hati yang kedua: Hati yang telah bersinar dengan cahaya iman, menyalakan lentera-lentera iman di dalamnya. Namun, ada kegelapan syahwat dan hembusan-hembusan hawa nafsu.
Maka, syaithan datang dan pergi di sana, mencoba dan tamak. Sehingga, peperangan di situ berganti posisi, menang dan kalah.
Dan keadaan jenis ini berbeda-beda dalam sedikit dan banyaknya. Diantara mereka ada yang waktu kemenangan atas musuhnya (syaithan) lebih banyak. Dan ada yang waktu kemenangan musuhnya atasnya lebih banyak. Adapula yang kadang ini dan kadang itu.
3.       Hati yang ketiga: Hati yang dipenuhi iman, benar-benar telah bersinar dengan cahaya iman, terlepas syahwat darinya, dan tercabut kegelapan-kegelapan tersebut.
Maka, cahaya di hatinya telah terbit bersinar. Dengan sebab terbitnya itu, ia menyala. Seandainya rasa waswas mendekatinya, ia pasti terbakar dengannya.
Sehingga, ia laksana langit yang dijaga dengan bintang-bintang. Jika syaithan mendekatinya(untuk mencuri berita dari langit) dilemparkan bintang itu kepadanya, hingga ia terbakar. Sedangkan langit itu tidak lebih terhormat dari seorang mukmin. Penjagaan Allah kepada orang mukmin lebih sempurna daripada penjagaan langit.
Langit tempat peribadahan para malaikat, tempat menetapnya wahyu, terdapat cahaya ketaatan di dalamnya.
Adapun hati seorang mukmin tempat menetapnya tauhid, rasa cinta, ma’rifah(pengenalan kepada Allah), dan iman. Di dalamnya terdapat cahaya dari itu semua.
Sehingga, ia lebih berhak untuk dijaga dan dilindungi dari tipu daya musuh. Tidak akan mampu dicapai hati itu kecuali dengan tipu daya, kelengahan, dan menyambarnya.
(Al-Waabilush Shayyib, Ibnul Qayyim, hal. 58 – 59)

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes