17/11/11

20 Alasan Mengapa surury Bukan SALAFY dan SALAFY Bukan surury (KEDUA – KETIGA – KEEMPAT)

ALASAN KEDUA :

Penghinaan Muhammad Surur kepada Ulama yang Mengajarkan Tauhid


Dia, di dalam majalahnya yang dengan penuh kezhaliman dia namai dengan “as-Sunnah”, berkata : “Berhati-hatilah dari orang-orang yang membicarakan tentang tauhid. Mereka adalah budak dari budak dari budak dari budak. Dan akhir dari majikan mereka adalah nashrani.”

Inilah buah dari pemikiran sesat yang dia sebarkan sebagaimana dalam poin pertama. Pelecehan kepada AKIDAH berbuah perendahan kepada ULAMA TAUHID. Inilah sikap orang yang kalian ambil fulus darinya wahai surury, walau atas nama dakwah. Benarlah perkataan para ulama : “Pengikut Muhammad Surur itu tidak ada syubhat dalam diri mereka, tidak lain syahwat saja penyebabnya.”

KETIGA :

Muhammad Surur memuji Hasan At-Turaby yang membolehkan bagi seorang muslim untuk menjadi yahudi atau nashrani.

KEEMPAT
:

Surur memuji At-Turaby yang mengatakan : “Seorang muslim tidak boleh mengkafirkan yahudi dan nashara.” Ia memuji At-Turaby dalam majalahnya – yang dengan zhalim dinamai as-Sunnah – dengan memberinya gelar “da’i”, “ulama besar Islam”. Lalu, bagaimana ia menerapkan kaidah akidah yang syar’i : “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan seorang kafir asli, maka dia kafir”…?!

At-Turaby tidak mengkafirkan seorang kafir asli dan Surur memujinya sebagai “da’i" dan “ulama besar Islam”.

Inilah perilaku dan ucapan dari seorang yang “hijrah” dari negeri Islam ke negeri kafir.[1]

Kepada orang inikah seorang "Ahlussunnah" berwala’, walau berdalih mengambil uang dari jum’iyyahnya untuk berdakwah menyebarkan sunnah Rasulullah?

Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik.








[1] . Untuk pembaca ketahui, Muhammad Surur ini menetap di Britania/Inggris. Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hady al-Madkhaly -  semoga Allah menjaganya – berkata : “Sesungguhnya Surur telah meninggalkan negeri-negeri kaum muslimin sejak lama, ketika sempit dadanya tinggal disana. Maka ia meninggalkannya dan hijrah dari negeri kaum muslimini (ke negeri kafir). dan ia memilih bagi dirinya untuk menetap diantara orang-orang musyrik di Britania/Inggris, tanpa ada keresahan dan pandangan hikmah atas apa yang akan terjadi di negeri itu padanya, anak keturunannya yang laki-laki dan wanita, di masa sekarang dan yang akan datang. (Al-Irhab hal. 68, dengan perantara ‘Isyruuna Ma’khodzan hal. 7, ta’liq no. 1)

20 Alasan Mengapa surury Bukan SALAFY dan SALAFY Bukan surury (PERTAMA)

PERTAMA :
Wala’ [1] mereka (sururiyyun) kepada Muhammad Surur [2] yang telah mengucapkan kata-kata kufur sebagaimana termaktub dalam bukunya “Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah” (jilid 1 hal.8).
Dia mengatakan : “Aku membaca buku-buku akidah, lalu aku melihat bahwa buku-buku itu ditulis bukan di zaman kita dan (hanya) untuk menyelesaikan sengketa dan permasalahan di zaman(penulisan)nya. Dan untuk masa kita ini butuh kepada penyelesaian baru.
Maka, aku melihat bahwa kebanyakan metodenya “kering”, karena (di dalamnya) nash-nash dan hukum-hukum semata. Oleh karena ini, banyak pemuda yang berpaling dan zuhud darinya.”

Tanggapan Ulama Sunnah terhadap perkataan bathil ini :

1.      Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan – semoga Allah menjaganya – berkata :

“Muhammad Surur dengan perkataannya ini akan menyesatkan para pemuda (muslim), memalingkan mereka dari buku-buku akidah yang shahih dan dari buku-buku Salaf. Dan ia akan mengarahkan mereka kepada pemikiran-pemikiran dan buku-buku baru  yang membawa pemikiran-pemikiran syubhat.

“Ketergelinciran” buku-buku akidah dalam pandangan Muhammad surur : buku-buku itu nash-nash dan hukum-hukum (saja) yang isinya “Allah berfirman” dan “Rasulullah bersabda”. Dan ia menginginkan pikiran-pikiran fulan dan fulan, tidak menghendaki nash-nash dan hukum-hukum.

Maka, wajib untuk kalian men-tahdzir (memperingatkan dan berhati-hati) dari penyusupan-penyusupan (pemikiran) yang bathil ini, yang diinginkan dengannya: pemalingan pemuda kaum muslimin dari buku-buku Salafus Shalih.” (Al-Ajwibah Mufidah, hal. 55.)

2.      Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby semoga Allah menjaganya – berkata : “Sesungguhnya ucapan terhadap buku-buku akidah ini, dan pencirian bahwa di dalamnya terdapat banyak kekeringan, (ini) tidak boleh. Dan ini haram. Wajib atas setiap muslim untuk mengagungkan firman Allah dan sabda Rasulullah. Dan akidah adalah landasan agama kita. Tidak akan diterima suatu amalan kecuali (amalan) seorang yang mentauhidkan Allah dan yang berakidah bersih.” (‘Isyruuna Ma’khodzan ‘ala As-Sururiyyah, hal. 17)

3.      Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – semoga Allah merahmatinya -, ketika ditanya tentang perkataan Muhammad Surur ini, beliau berkata : “Perkataan ini (perkataan) kufur.”  (’Isyruuna Ma’khodzan, hal. 16)

4.      Asy-syaikh Ibnu Baz semoga Allah merahmatinya – ketika ditanya tentang perkataan ini, beliau berkata : “Ini riddah (murtad) dan kalimat yang busuk” (’Isyruuna Ma’khodzan, hal. 16) 

5.      Asy-Syaikh Muhammad Amaan Al-Jamy–semoga Allah merahmatinya–beliau berkata : “Wahai Muhammad  surur, kamu sedang berdakwah kepada apa..?! Para nabi, mereka telah diganggu (kaumnya) karena berdakwah kepada akidah, kepada Islam. Kamu, kepada apa kamu telah berdakwah..?! Mana, akidah yang kamu menyeru kepadanya?!” (kaset Laisa minan nashihah fi syai’in, dengan perantara Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal.  79, ta’liq no. 77)

Inilah perkataan para ulama Ahlussunnah kepada seorang yang sururiyyun berwala’ kepadanya.


[1] Wala’ terkandung di dalamnya rasa cinta, pembelaan, dan pertolongan. Jika dikatakan : seseorang berwala’ kepada fulan, maknanya : dia mencintai, membela, dan menolong fulan. Baik kecintaan, pembelaan, dan pertolongan itu berdasarkan zat orang tersebut atau  agama dan pemikirannya, dll.

[2] Muhammad surur bin naif zainul abidin, dinisbahkan kepadanya kelompok sempalan as-sururiyyah. Pengikutnya disebut surury atau sururiyyun.

16/11/11

Derajat Setiap Orang Sesuai Amalannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١٩﴾

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan,
 dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) amalan-amalan mereka sedang mereka tiada dirugikan/ dizhalimi. Q.S. Al-Ahqaaf: 19

 Faedah-faedah penting dari ayat mulia ini diantaranya:

1.            Bagi setiap orang –termasuk jin- mendapat balasan sesuai jenis amalannya. Jika baik akan dibalas dengan kebaikan. Apabila jelek maka mendapat kejelekan.

2.            Pelaku kebaikan antara satu dengan lainnya berbeda tingkatannya. Sebagaimana pelaku amalan kejelekan demikian pula. Masing-masing mendapatkan kedudukan dan derajat berdasar sedikit banyak amalan kebaikan atau kejelekannya.

3.            Surga seluruhnya kenikmatan dan tingkatannya berjenjang ke atas. Semakin tinggi tingkatannya semakin besar nikmat bagi penghuninya.

4.            Neraka seluruhnya adab –wal’iyadzubillah - dan tingkatannya ke bawah. Semakin ke bawah derajatnya semakin pedih adzab bagi penghuninya.

5.            Allah itu Maha Adil, akan membalas setiap orang pada hari kiamat sesuai apa yang dahulu mereka lakukan di dunia. Dia tidak akan menambah kejelekan dan tidak mengurangi kebaikan mereka sedikit pun.

6.            Allah tidak lalai sedikit pun dari segala perbuatan hamba-hamba-Nya.

7.            Allah itu Maha Kaya dan Maha Mulia tidak butuh kepada ketaatan/ perbuatan baik manusia bahkan setiap insan butuh beramal shalih dan menaati-Nya untuk kebaikan bagi mereka sendiri nantinya. Dan Allah tidak terkurangi kemuliaannya dengan kemaksiatan yang dilakukan hamba-Nya, bahkan setiap orang yang harus berjuang memuliakan dirinya di sisi Allah dengan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya untuk berlindung dari adzab-Nya yang amat pedih.

8.            Ayat-ayat lain yang semisal ayat ini diantaranya:

هُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ اللّهِ واللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ﴿١٦٣﴾

Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.  Q.S. Ali Imraan: 163

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُواْ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٣٢﴾

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Q.S. Al-an’aam: 132.

Rujukan :

·          Taisirul Karimir Rahman As-Sa’dy,

·         Tafsir Ath-Thabary

·         Tafsir Ibnu Katsir

·         Fathul Qodir Asy-Syaukani

·         Tafsir Al-Baghowy

·         Al-Jami li Ahkamil Qur’an Al-Qurthuby

14/10/11

Taat Kepada Pemimpin = Taat Kepada Rasul = Taat kepada Allah

   عن أَبي هريرة - رضي الله عنه -  قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( مَنْ أطَاعَنِي فَقَدْ أطَاعَ اللهَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ ، وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أطَاعَنِي ، وَمَنْ يَعصِ الأميرَ فَقَدْ عَصَانِي )) متفقٌ عَلَيْه.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((Barangsiapa yang mentaatiku maka ia telah mentaati Allah, barangsiapa yang memaksiatiku maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mentaati Amir (pemimppin) maka ia telah mentaatiku, barangsiapa yang memaksiati Amir maka ia telah memaksiatiku.)) Muttafaqun 'alaih. 

Hadits yang mulia ini mengandung faedah-faedah mulia dan besar, diantaranya:

1. Makna hadits: Ketaatan kepada Rasulullah adalah ketaatan kepada Allah. Kemaksiatan kepadanya kemaksiatan kepada Allah karena Rasulullah adalah yang menghukumi sebagai utusan Allah, yang memperantarai dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya. Barangsiapa yang menaati perintahnya berarti telah menaati perintah Allah. Dan barangsiapa yang memaksiatinya maka ia telah memaksiati perintah Allah.

2.    Demikian pula pemimpin, ia menghukumi dengan syariat Islam sebagai pengganti (wakil) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam mengatur urusan umat. Maka, taat kepada yang mewakili dalam menghukumi adalah taat kepada yang diwakili yaitu Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam.

3. Termasuk dari ushul (pokok-pokok) akidah Ahlussunnah wal Jama'ah : wajibnya menaati pemimpin kaum muslimin walau dalam perkara yang sulit dan dibenci, selama tidak memerintahkan pada kemaksiatan.

4.  Dan Jika mereka memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak boleh untuk menaatinya sebagai pengamalan firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً ﴿٥٩﴾

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Q.S. An-Nisaa': 59.


5.   Termasuk dari adat jahiliyyah adalah suka memberontak dan tidak taat kepada pemerintah/ pemimpin.

6.   Sebab diperintahkannya menaati ulil amri untuk menjaga persatuan kalimat kaum muslimin dan menyelisihi mereka adalah sebab perpecahan yang akan melemahkan dan merusak tatanan hidup kaum muslimin.

  ( Rujukan : Hasyiah As-Sindi 'alan Nasa'i, Masailul Jahiliyyah, Syarh An-Nawawi 'ala Muslim, Mirqatul Mafatih Mula Ali Qariy, Fathul Bary Ibnu Hajar, Tharhut Tatsrib ))

Keutamaan Doa di Sepertiga Malam Akhir


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ(( يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ)) متفق عليه

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((Rabb kita Tabaraka wa Ta'ala turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam akhir lalu Ia berkata: "Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku beri, barangsiapa yang memohon ampun pada-Ku maka akan Aku ampuni)) Muttafaqun 'alaih.

 Hadits ini mengandung banyak faedah penting, di antaranya:

1.       Wajibnya beriman bahwa Allah turun ke langit dunia di setiap sepertiga malam akhir.
2.       Bahwa Allah memiliki sifat nuzul (turun) yang maknanya difahami, caranya tidak diketahui, beriman padanya wajib dan bertanya tentang caranya adalah kebid'ahan.
3.       Tidak boleh kita menyamakan sifat turun-Nya Allah seperti sifat turunnya makhluk.
4.       Hadits ini menunjukkan bahwa Allah itu tinggi zat, kedudukan, dan kekuasaan-Nya.
5.       Hadits ini menunjukkan bahwa Allah itu beristiwa' di atas 'Arsy-Nya di atas langit ke tujuh tidak sebagaimana perkataan orang yang menyimpang akidahnya bahwa Allah ada di mana-mana. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
6.       Adanya anjuran untuk berdoa di sepertiga malam akhir yang ia termasuk waktu yang terbaik untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah. Dan bahwa ibadah seperti shalat malam dan berdoa itu lebih utama dilakukan di akhir malam daripada di awalnya.
7.       Doa adalah salah satu sebab terpenuhinya kebutuhan seseorang.
8.       Doa adalah termasuk amalan ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata. Siapa yang berdoa kepada selain Allah dalam hal yang khusus bagi Allah seperti rezeki, maka ia telah jatuh dalam kesyirikan.
9.        Sepertiga malam akhir hitungannya sesuai dengan panjang pendeknya malam.

( Rujukan : Taisirul 'Azizil Hamid Syaikh Sulaiman, Syarh Al-Fatawa Al-Hamuwiyah At-Tuwaijiry, Syarh Lum'atul I'tiqod, Syarh Ushulil Iman Syaikh Shalih Alu Syaikh, Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan, Majmu' Fatawa wa Maqalat Ibnu Baz, Syarh Muslim An-Nawawi)

Balasan bagi yang Menaati dan Menyelisihi Rasulullah

   عَنْ أَبي هريرةَ - رضي الله عنه - : أنَّ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( كُلُّ أُمَّتِي يَدخُلُونَ الجَنَّةَ إلاَّ مَنْ أبَى )) . قيلَ : وَمَنْ يَأبَى يَا رَسُول الله ؟ قَالَ : (( مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أبَى )) رواه البخاري.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan)) Beliau ditanya: Siapa yang enggan wahai Rasulullah?. Beliau bersabda: ((Siapa yang menaatiku pasti masuk surga dan barangsiapa yang memaksiatiku maka sungguh ia telah enggan (untuk masuk surga). )) H.R. Bukhori.

Hadits yang agung ini mengandung faedah-faedah mulia diantaranya:

1.       Allah telah memerintahkan dalam Al-Qur'anul Karim untuk mentaati Rasul-Nya lebih dari 30 tempat. Dan ia sandingkan ketaatan kepada-Nya dengan mentaati Rasulullah dan menyetarakan antara penyelisihan kepada-Nya dengan penyelisihan kepada Rasulullah. Sebagaimana telah disandingkan pula namanya dengan nama Allah sehingga tidak disebut nama Allah kecuali Rasulullah disebut bersamanya.

2.       Hadits ini menunjukkan keutamaan umat Islam dan berita gembira dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bahwa setiap yang menaatinya akan masuk surga dan selamat dari adzab Allah.

3.       Umat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam itu ada dua macam:

·         Umat dakwah yaitu seluruh manusia yang diutus Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam kepada mereka yaitu Yahudi, Nashara, Majusi, Ashshabi'ah, dan yang semisal mereka.

·         Umat Ijabah yaitu yang menerima dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Mereka adalah kaum muslimin.

4.       Seseorang yang disifati dengan "enggan" ini, jika dia seorang kafir dari umat dakwah maka tidak akan masuk surga selama-lamanya. Dan seandainya itu seorang muslim dari umat Ijabah, maka keengganan itu mencegah ia masuk surga bersama orang-orang yang pertama masuk ke dalamnya. Kecuali, Allah kehendaki untuk mengampuninya dan memasukkannya bersama mereka.

5.       Hadits ini menunjukkan wajibnya menaati Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan haramnya memaksiati perintahnya.

6.       Hak Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam  atas umatnya yaitu:

·         Membenarkannya, beriman kepadanya, mengikuti sunnahnya dan mentaatinya.

·         Mencintainya, mencintai sunnahnya, dan mencintai orang yang mencintainya.

·         Memuliakan dan mengagungkannya.

·         Bershalawat dan salam atasnya.

7.       Termasuk rahmat Allah atas makhluknya dengan mengutus para Rasul kepada mereka untuk membimbing mereka menuju surga-Nya.

8.       Keselamatan seseorang di dunia dan akhirat dengan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.

 (Rujukan: Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah, Ushulul Iman fi dhau'il Kitab was Sunnah Majma' Malik Fahd lithaba'atil Mushhaf Asysyarif, Mahabbatur Rasul bainal Ittiba' wal Ibtida' Abduurauf Muhammad Utsman, Mausu'atud difa' 'an Rasulillah, Bahjatun Nazhirin)
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes