Penghinaan Muhammad Surur kepada Ulama yang Mengajarkan Tauhid
Dia, di dalam majalahnya yang dengan penuh kezhaliman dia namai dengan “as-Sunnah”, berkata : “Berhati-hatilah dari orang-orang yang membicarakan tentang tauhid. Mereka adalah budak dari budak dari budak dari budak. Dan akhir dari majikan mereka adalah nashrani.”
Inilah buah dari pemikiran sesat yang dia sebarkan sebagaimana dalam poin pertama. Pelecehan kepada AKIDAH berbuah perendahan kepada ULAMA TAUHID. Inilah sikap orang yang kalian ambil fulus darinya wahai surury, walau atas nama dakwah. Benarlah perkataan para ulama : “Pengikut Muhammad Surur itu tidak ada syubhat dalam diri mereka, tidak lain syahwat saja penyebabnya.”
KETIGA :
Muhammad Surur memuji Hasan At-Turaby yang membolehkan bagi seorang muslim untuk menjadi yahudi atau nashrani.
KEEMPAT :
Surur memuji At-Turaby yang mengatakan : “Seorang muslim tidak boleh mengkafirkan yahudi dan nashara.” Ia memuji At-Turaby dalam majalahnya – yang dengan zhalim dinamai as-Sunnah – dengan memberinya gelar “da’i”, “ulama besar Islam”. Lalu, bagaimana ia menerapkan kaidah akidah yang syar’i : “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan seorang kafir asli, maka dia kafir”…?!
At-Turaby tidak mengkafirkan seorang kafir asli dan Surur memujinya sebagai “da’i" dan “ulama besar Islam”.
Inilah perilaku dan ucapan dari seorang yang “hijrah” dari negeri Islam ke negeri kafir.[1]
Kepada orang inikah seorang "Ahlussunnah" berwala’, walau berdalih mengambil uang dari jum’iyyahnya untuk berdakwah menyebarkan sunnah Rasulullah?
Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
[1] . Untuk pembaca ketahui, Muhammad Surur ini menetap di Britania/Inggris. Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hady al-Madkhaly - semoga Allah menjaganya – berkata : “Sesungguhnya Surur telah meninggalkan negeri-negeri kaum muslimin sejak lama, ketika sempit dadanya tinggal disana. Maka ia meninggalkannya dan hijrah dari negeri kaum muslimini (ke negeri kafir). dan ia memilih bagi dirinya untuk menetap diantara orang-orang musyrik di Britania/Inggris, tanpa ada keresahan dan pandangan hikmah atas apa yang akan terjadi di negeri itu padanya, anak keturunannya yang laki-laki dan wanita, di masa sekarang dan yang akan datang. (Al-Irhab hal. 68, dengan perantara ‘Isyruuna Ma’khodzan hal. 7, ta’liq no. 1)
0 comments:
Posting Komentar