Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – semoga Allah merahmatinya –
berkata:
“Penyakit badan adalah penyelisihan kesehatannya yaitu
fasad(kerusakan) yang terjadi di dalamnya, yang menyebabkan kerusakan pada
pemahaman dan gerakan alaminya.
Pemahamannya(badan) itu baik akan hilang, seperti terjadi
kebutaan dan tuli, atau ia memahami sesuatu yang berbeda dengan keadaan
aslinya, seperti mendapati rasa manis itu sebagai pahit. Dan juga dikhayalkan
kepadanya sesuatu yang tidak ada hakekatnya dalam kenyataan.
Adapun kerusakan gerakannya yang alami, semisal kekuatannya
yang melemah untuk mencerna, atau membenci makanan-makanan yang dibutuhkan
badan dan mencintai sesuatu yang memudharatkannya yang menghasilkan rasa sakit
sesuai dengan tingkatannya.
Namun, bersamaan mengidap penyakit, badan itu tidak mati dan
binasa dengannya. Sebab, terdapat jenis kekuatan sensor padanya untuk memahami
gerakan yang masuk(ke tubuh) secara keseluruhan. Sehingga, dari itu muncul rasa
sakit di dalam badan, baik disebabkan kerusakan jumlah atau metode.
Yang pertama (kerusakan jumlah): baik dikarenakan kekurangan
zat tertentu sehingga butuh kepada makanan atau karena kelebihan sesuatu
sehingga butuh untuk pengosongan.
Dan yang kedua (kerusakan metode): seperti kekuatan panas dan
dingin yang keluar dari keseimbangan sehingga menjadi sakit.
Demikian pula penyakit hati, yaitu kerusakan yang
terjadi padanya merusak gambaran pemahaman dan kehendaknya.
Adapun kerusakan pemahamannya, itu disebabkan syubhat yang
dibentangkan di depannya sehingga ia tidak bisa melihat al-haq(kebenaran)atau
melihatnya dalam bentuk yang berbeda dari hakekatnya.
Sedangkan kerusakan kehendaknya terjadi dari sisi hati itu
benci kebenaran yang bermanfaat dan cinta kebatilan yang merusak.
Oleh sebab ini, “penyakit” terkadang ditafsirkan dengan syak(keraguan)
dan kebimbangan, sebagaimana Mujahid dan Qatadah menafsirkan firman Allah
Ta’ala:
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً ﴿١٠﴾
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya. Q.S.
Al-Baqarah: 10.
Yaitu: (penyakit) keraguan.
Dan terkadang ditafsirkan dengan syahwat untuk berzina
sebagaimana ditafsirkan firman Allah Ta’ala:
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ
مَرَضٌ ﴿٣٢﴾
Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya. Q.S.
Al-Ahzaab: 32.
Oleh karenanya, Al-Khara’ithiy menulis kitab I’tilaalul
Quluub (Penyakit Hati)yaitu penyakitnya. Dan yang ia maksud adalah
penyakit yang ditimbulkan syahwat.
Dan sakit – secara umum – melemahkan orang yang terjangkiti
dengan menurunkan kekuatannya, ia tidak mampu untuk sesuatu yang bisa dilakukan
seorang yang kuat.
Kesehatan itu dijaga dengan yang semisalnya dan hilang dengan
lawannya. Penyakit menguat dengan sebab yang semisalnya dan hilang dengan
lawannya.
Jika seorang yang sakit mendapatkan yang semisal dari sebab
sakitnya, pasti bertambah sakitnya dan semakin melemahkan kekuatannya.
Sampai-sampai, ia mungkin akan binasa.
Dan apabila ia mendapatkan sesuatu yang meningkatkan
kekuatannya dan menghilangkan penyakit, maka (hasilnya)kebalikan (dari yang di
atas).
Penyakit hati adalah suatu kepedihan yang terjadi di dalam
hati, seperti kemarahan kepada musuh yang menguasaimu, sesungguhnya itu
memedihkan hati. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ
مُّؤْمِنِينَ ﴿١٤﴾ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ ﴿١٥﴾
014. serta melegakan hati orang-orang yang beriman,
015. dan menghilangkan panas hati (kemarahan) orang-orang
mukmin. Q.S.
At-Taubah: 14 – 15.
Dia (Allah) menyembuhkan mereka dengan menghilangkan
kepedihan yang terjadi di hati mereka. Dan sering diucapkan: Si fulan
disembuhkan dari kemarahannya.
Dalam penegakan hukum qishash, terdapat penyembuhan kepada
keluarga yang dibunuh. Ini adalah obat dari kesedihan, kemarahan, dan kesedihan.
Dan ini seluruhnya rasa pedih yang terjadi di jiwa.
Demikian pula, keraguan dan ketidaktahuan(al-jahl) itu
akan menyakiti hati.
Nabi – shalallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ
يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak mengetahui?! Karena
sesungguhnya obat dari ketidaktahuan: bertanya! (Hadits Jabir, riwayat Abu Daud
dan Ibnu Majah)
Dan orang yang ragu lagi bimbang dalam suatu hal, hatinya
merasa sakit, sampai ia mendapatkan ilmu dan keyakinan tentangnya. Dan
dikatakan tentang seorang ulama yang telah menjawab dengan seatu yang
menjelaskan kebenaran: “Ia benar-benar telah menyembuhkanku dengan jawaban itu.”
Sakit itu dibawah kematian. Hati itu mati dengan
ketidaktahuan total dan sakitnya terjadi dengan satu jenis dari kebodohan. Sehingga, hati itu memiliki
kematian dan penyakit, hidup dan obat.
Kehidupan, kematian, sakit, dan sembuhnya hati lebih agung
daripada kehidupan, kematian, sakit dan kesembuhan badan.
Oleh karenanya, penyakit hati apabila datang syubhat atau
syahwat kepadanya, sakitnya menguat. Jika ia mendapatkan hikmah dan
nasehat, itu bagian dari sebab kebaikan dan kesembuhannya. Allah Ta’ala
berfirman:
لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي
الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ
قُلُوبُهُمْ ﴿٥٣﴾
Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu,
sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang
kasar hatinya. Q.S.
Al-Hajj: 53.
Sebab, itu mewariskan syubhat bagi mereka. Dan kasar hatinya
disebabkan kekeringannya.
Mereka itu hatinya lemah disebabkan penyakit, maka apa yang
dimasukkan syaithan menjadi cobaan bagi mereka. Dan hati mereka itu keras dari
iman, sehingga menjadi ujian bagi mereka.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
لَئِن لَّمْ يَنتَهِ
الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي
الْمَدِينَةِ ﴿٦٠﴾
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik,
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan
kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu). Q.S. Al-Ahzaab: 60.
Sebagaimana firman-Nya:
وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِم مَّرَضٌ ﴿٣١﴾
Dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit
(mengatakan), Q.S.
Al-Muddatstsir: 31.
Hati mereka tidak mati seperti matinya hati-hati orang kafir
dan munafik dan tidak pula hati yang sehat lagi shalih seperti kebaikan hati
orang-orang beriman, bahkan didapati penyakit syubhat dan syahwat di dalamnya.
Seperti itu juga, firman-Nya:
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ
مَرَضٌ ﴿٣٢﴾
Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya. Q.S.
Al-Ahzaab: 31.
Dan ini penyakit syahwat. Sesungguhnya hati yang sehat,
apabila seorang wanita dihadapkan kepadanya, ia tidak akan menoleh kepadanya.
Berbeda dengan hati yang berpenyakit syahwat, maka ia dengan
kelemahannya, akan condong kepada apa yang ditawarkan kepadanya, sesuai dengan
tingkat kekuatan dan kelemahan hatinya.
Sehingga, apabila mereka para wanita telah menundukkan
perkataannya, hati yang berpenyakit tetap berkeinginan kepadanya.
(Amraadhul Quluub, Ibnu Taimiyyah, hal. 10 – 14)
0 comments:
Posting Komentar