Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah merahmatinya – berkata:
“Kelezatan secara zatnya dicari oleh setiap insan dan seluruh makhluk hidup. Ia tidak tercela dari sisi kelezatannya.
Namun, tidak lain ia tercela dan meninggalkannya lebih baik dan lebih bermanfaat daripada mengambilnya jika:
1. (Dengan mengambilnya) menjadikan ia kehilangan kelezatan yang lebih besar dan lebih sempurna daripadanya.
2. Atau (dengan mengambil kelezatan itu) akan mengakibatkan rasa pedih yang lebih besar daripada kepedihan luputnya(kelezatan itu darinya).
Di sini, akan terlihat perbedaan antara orang berakal lagi cerdas dengan orang dungu lagi bodoh.
Maka, kapan akal itu mengetahui tingkatan antara dua kelezatan dan dua kepedihan dan bahwa tidak mungkin dibandingkan antara satu dengan yang lainnya, pasti akan mudah baginya untuk meninggalkan kelezatan yang rendah demi mendapat yang tertinggi. Dan akan lebih mudah untuk menanggung kepedihan yang paling ringan untuk berlindung dari kepedihan yang paling berat.
Jika kaedah ini telah menetap (dalam diri seseorang), maka (ketahuilah) kelezatan akhirat itu lebih besar dan langgeng sedangkan kelezatan dunia itu lebih sedikit dan singkat. Demikian juga kepedihan akhirat dan kepedihan dunia.
Dan yang menolong untuk (mampu membedakan antara dua kelezatan dan dua kepedihan) itu dengan iman dan yakin.
Jika keimanan dan keyakinan telah kuat, dia akan lebih mementingkan kelezatan yang lebih tinggi (di akhirat) daripada yang lebih rendah (di dunia) dan menahan kepedihan yang lebih mudah (di dunia) daripada yang lebih sulit (di akhirat).
Dan Allah semata tempat memohon pertolongan.
(Al-Fawaid, faedah ke 135, hal. 234)
0 comments:
Posting Komentar