فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٦﴾
005. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
006. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Q.S. Al-Insyiraah : 5 – 6.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin – semoga Allah merahmatinya berkata - :
“Ini kabar gembira dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi kepada Rasul – shalallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam – dan kepada seluruh umatnya.
Dan kesulitan terjadi pada Rasulullah – ‘alaihish shalatu wassalam – ketika di Makkah dan di Tha’if. Demikian pula ketika di Madinah dari orang-orang-orang munafik.
Maka Allah berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٥﴾
005. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Yaitu: Sebagaimana Kami telah melapangkan untukmu dadamu, Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
Dan ini nikmat yang besar. Demikian pula kesulitan ini yang menyempitkanmu, mesti ada kemudahan untuknya.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٦﴾
005. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
006. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Q.S. Al-Insyiraah : 5 – 6.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini : “Satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.”
Dan pemaknaan perkataan beliau – semoga Allah meridhainya – bersamaan dengan penyebutan (di dalam ayat) kesulitan dua kali dan kemudahan dua kali, ahli balaghah berkata:
Pemaknaan perkataan beliau bahwa kesulitan tidak disebutkan kecuali sekali (dalam firman-Nya):
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٦﴾
Kalimat الْعُسْرِ diawal diulang dalam ayat kedua dengan “ال” alif lam , maka “ال” disini untuk ‘ahd adz-dzikry (sesuatu yang dipahami dan disepakati dalam benak pikiran).
Adapun kata “kemudahan” tidak datang dalam bentuk mu’arraf (dengan “ال”), bahkan nakirah (tanpa “ال”).
Dan kaedahnya: jika isim diulang dua kali dengan bentuk mu’arraf, maka yang kedua itu sama dengan yang pertama kecuali jarang sekali.
Dan jika isim diulang dua kali dalam bentuk nakirah, maka yang kedua bukan yang pertama.
Karena (ayat) yang kedua nakirah, maka dia bukan yang pertama.
Dengan demikian, di dalam dua ayat yang mulia tersebut ada dua kemudahan dan satu kesulitan sebab الْعُسْرِ /kesulitan diulang dua kali dengan bentuk mu’arraf.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ﴿٥﴾
005. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Perkataan ini adalah kabar dari Allah Yang MAha Mulia dan Maha Tinggi, dan berita-Nya Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi adalah sesempurna dan sejujur-jujur pengabaran -. Dan janji-Nya tidak akan luput.
Maka, setiap kali suatu perkara menyulitkanmu maka tunggulah kemudahan.
Adapun dalam permasalahan-permasalahan syar’i maka itu terlihat jelas. Di dalam shalat: shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu maka berbaring. Ini kemudahan.
Jika sulit berdiri, duduklah! Jika duduk sulit atasmu maka shalatlah dalam keadaan kamu berbaring!
Dan ketika berpuasa, jika kamu mampu dan tidak dalam safar maka puasalah! Jika tidak mampu, berbukalah!
Jika kamu sedang safar(bepergian), berbukalah!
Dalam ibadah haji, jika kamu mampu melakukan perjalanan kepadanya maka berhajilah! Jika tidak mampu, maka tidak ada kewajiban haji atasmu.
Bahkan, jika kamu telah berangkat haji namun tertahan dan tidak mungkin menyempurnakannya maka tahalul dan menyembelihlah! Dan batalkan haji!
Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ﴿١٩٦﴾
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat. Q.S. Al-Baqarah : 196.
Dengan demikian, seluruh kesulitan yang didapati seseorang dalam beribadah, dia akan mendapati pemudahan dan kemudahan.
Seperti itu juga, dalam qadha’ dan qadar, yaitu ketentuan Allah atas seseorang dari berbagai musibah, kesulitan hidup, kesempitan dada dan yang lainnya, janganlah berputus asa karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Dan pemudahan (urusan) terkadang tampak secara lahir, misal: seseorang dalam keadaan fakir, maka urusan-urusannya menyempitkannya. Lalu, Allah memudahkan baginya kecukupan.
Misal yang lain: seseorang sakit, kecapekan, yang sakit itu sangat memberatkannya. Kemudian Allah sembuhkan ia darinya. Ini pemudahan yang tampak.
Disana, ada pemudahan yang maknawi, yaitu pertolongan Allah untuk seseorang bersabar. Ini pemudahan.
Jika Allah telah menolongmu di atas kesabaran, pasti segala kesulitan akan mudah bagimu. Dan permasalahan yang sulit ini yang seandainya turun ke atas gunung pasti merobohkannya, itu dengan pertolongan Allah atasmu untuk bersabar maka menjadi sesuatu yang mudah.
Dan kemudahan itu bukanlah maknanya sesuatu itu akan terselesaikan secara sempurna saja.
- · Kemudahan itu (dengan) keluar dan hilangnya kesulitan. Ini kemudahan yang kasat mata.
- · Dan (kemudahan itu) dengan Allah menolong seseorang untuk bersabar sehingga permasalahan yang sangat sulit menjadi sesuatu yang mudah atasnya. Kita katakan ini sebab kita meyakini kebenaran janji Allah.
(Tafsir Juz ‘Amma, Al-Utsaimin, hal 217 – 218.)
0 comments:
Posting Komentar