Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah – semoga Allah merahmatinya – berkata :
“Diantara orang-orang yang berdzikir, ia memulai dzikir dengan lisan walaupun ia dalam keadaan lalai. Kemudian, ia terus dalam keadaannya itu sehingga hatinya hadir (berdzikir), maka (hatinya) ikut bergabung berdzikir (dengan lisannya).
Dan diantara mereka ada yang tidak terlihat seperti itu dan tidak memulainya dengan kelalaian, bahkan ia (dalam kondisi) tenang sehingga ia menghadirkan hatinya lalu ia masuk berdzikir dengan hatinya. Kemudian, jika telah kuat (berdzikir dengan hati) dia ikutkan (berdzikir) dengan lisannya, maka telah bergabung seluruhnya(hati dan lisan).
(Jenis) yang pertama: dzikir itu berpindah dari lisan menuju hatinya.
Yang kedua: (dzikir itu) berpindah dari hatinya menuju lisannya, tanpa hatinya kosong dari berdzikir. Bahkan, ia memulai dengan menenangkan diri sampai ia merasakan hadirnya pengucapan (dzikir) di dalamnya.
Lalu, ketika ia telah merasakan itu, ia mengucapkan dengan hatinya dilanjutkan pengucapan (dzikir) dengan hati berpindah kepada pengucapan lisan dan seterusnya sampai ia tenggelam dalam keadaan itu sehingga ia mendapati segala sesuatu dari (ucapan hati dan lisan)nya dalam keadaan mengingat (apa yang ia ucapkan).
Dan dzikir yang terbaik dan yang paling bermanfaat:
- (Dzikir) yang bersatu antara hati dan lisan di dalamnya.
- Dan (dzikir) itu termasuk dari dzikir-dzikir nabawy (yang shahih datang dari lisan Nabi –shalallahu ‘alaihi wasallam, pen).
- dan ia (ketika berdzikir) menyaksikan makna-makna dan tujuan-tujuan(dzikir)nya.”
(Al-Fawaaid, Ibnul Qayyim, hal. 233)
0 comments:
Posting Komentar